Narasi Refleksi dari Pesta Oligarki: "Sebuah Penyadaran Untuk Melawan"

Gambar: Dokumentasi 

Dahulu kala, di kota yang ramai yang dikenal sebagai Libertalia, warga terlibat dalam perdebatan yang bergema di jalan-jalan dan alun-alunnya, dikafe dan restorannya, di angkringan dan warung kopinya dan di berbagai penjuru kota. Saat matahari terbit, sinarnya menerangi diskusi yang ramai itu, sebuah konflik muncul: apakah Libertalia menyelenggarakan "pesta demokrasi"atau"pesta oligarki"?

Di jantung narasi ini berdiri Adi, seorang jurnalis muda yang bersemangat dan percaya pada kekuatan demokrasi. Dia menyaksikan kekecewaan yang semakin besar di antara rakyatnya saat mereka bergulat dengan gagasan bahwa proses pemilihan mereka mungkin tidak setransparan yang mereka harapkan. Saat dia duduk di warkop favoritnya, dihadapan segelas kopi, dia mendengar percakapan di mana warga menyebut elit politik sebagai "dalang" di balik layar, memanipulasi tali pemerintahan untuk melayani kepentingan mereka.


Pada suatu malam, adi menghadiri pertemuan balai kota, berharap untuk memahami denyut nadi masyarakat. Para calon pemimpin berbicara dengan antusias tentang pemilihan yang akan datang, menyampaikannya dengan istilah "pesta demokrasi" yang akbar. Mereka melukiskan sebuah citra bangsa di mana setiap suara berarti, di mana suara-suara kaum terpinggirkan akhirnya akan didengar. Namun seiring berlalunya malam, ia melihat wajah yang dikenalnya di antara kerumunan itu menggelengkan kepalanya, kecewa. Itu adalah Amin, sekarang  aktivis yang pernah menggalang ribuan orang untuk perubahan tetapi sekarang tampak pasrah dengan gagasan bahwa sedikit yang akan mengubah status quo.


Skeptisisme Amin mencerminkan sentimen banyak orang. Ia menceritakan kisah-kisah tentang kesepakatan yang dibuat di balik pintu tertutup, tentang pendanaan dan keputusan yang hanya mengalir ke kandidat yang didukung oleh keluarga-keluarga yang kuat, meninggalkan gerakan akar rumput dalam debu. "Apa gunanya demokrasi," katanya, "ketika dikendalikan oleh sedikit orang yang paling diuntungkan darinya?" Kata-katanya bergema dalam, menggambarkan dualitas realitas mereka—sebuah proklamasi demokrasi yang meriah yang semakin dibayangi oleh pengaruh oligarki.


Bertekad untuk menyelidiki lebih lanjut, Adi menyelidiki literatur akademis dan laporan oleh para cendekiawan terkemuka seperti robert dahl atau bahkan Larry Diamond, yang berpendapat bahwa demokrasi sering berubah menjadi oligarki ketika kekayaan dan kekuasaan bertemu (Diamond, 2008). Ia menemukan jaringan rumit kepentingan perusahaan dan korupsi politik yang melanggengkan ketimpangan, mengubah apa yang seharusnya menjadi perayaan kekuatan kolektif menjadi acara elitis untuk melayani yang berkuasa.


Dalam pencariannya akan kebenaran, Adi memutuskan untuk menulis sebuah ekspose, yang membingkainya sebagai tantangan bagi warga Libertalia. Ia mendesak mereka untuk mengenali kedok itu apa adanya: sebuah "pesta oligarki" yang menyamar sebagai perayaan demokrasi. Artikelnya memicu gerakan di seluruh kota, ketika warga mulai terlibat dalam wacana yang bermakna tentang hak-hak mereka dan sifat sebenarnya dari pemerintahan mereka.


Pada akhirnya, narasi Libertalia berkisar pada upaya membangkitkan kesadaran kolektif. Narasi ini menyoroti keindahan demokrasi tetapi memperingatkan tentang bayang-bayang oligarki yang mengintai. Seiring tersebarnya kisah Adi, diskusi pun berkembang, dan warga pun bersatu; mereka berusaha merebut kembali demokrasi mereka, memastikan bahwa semua suara dapat bergema serempak alih-alih dibungkam oleh segelintir orang yang berkuasa.


Melalui kisah ini, masyarakat Libertalia belajar bahwa demokrasi sejati bukan sekadar perayaan pemungutan suara, tetapi perjuangan terus-menerus untuk kesetaraan, kesejahteraan, transparansi, dan representasi. Mereka menyadari bahwa komitmen mereka terhadap demokrasi harus melampaui kotak suara, menantang struktur oligarki yang berusaha menindas dan membungkam mereka.



Referensi:

Diamond, L. (2008). The Spirit of Democracy: The Struggle to Build Free Societies Throughout the World


[Sahabat Zauhar F./ Pengurus PMII Rashul]

Post a Comment

sahabat PMII wajib berkomentar untuk menunjang diskusi di dalam blogger

Lebih baru Lebih lama