Tak terasa seiring bergantinya tahun, PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) telah berusia 63 tahun berkhidmat untuk bangsa dan negara Indonesia. Dari sejak berdirinya, sudah banyak catatan-catatan sejarah yang menuliskan peran dan kontribusi dari organisasi yang berbasis pada kaderisasi ini untuk ikut andil dalam membangun negara dengan latar belakang yang beragam ini.
Bagi siapapun yang mengenal atau andil membangun PMII, secara tidak langsung telah ikut serta dalam membangun bangsa Indonesia. Sebab membangun PMII seperti halnya membangun bangsa Indonesia. Setiap kader PMII selalu menunjukan sikap patriotisme, menirukan dan mencontohkan cara-cara berbangsa di Indonesia yang baik dan benar. Di PMII setiap kader akan memahami bagaimana saling menghargai, saling merangkul, menghormati perbedaan, dan mengedepankan silaturrahim yang bertujuan untuk merawat keberagaman.
Pada usianya yang ke – 63 tahun ini, tentunya PMII harus memikirkan konsep-konsep yang mempersatukan dan bersiap menghadapi berbagai transformasi gerakan yang anti terhadap perpecahan. Karena sekarang ini hadir berbagai macam pandangan dan sikap yang berpotensi untuk memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
Sebab itu pula, kita sebagai kader PMII harus terus menempa diri untuk melakukan berbagai transformasi gerakan sebagai wujud implementasi menghadapi berbagai pesatnya perkembangan zaman yang kian waktu selalu berubah. Saat ini, begitu terlihat di hadapan kita bagaimana berbagai macam alat digunakan untuk memecah belah persatuan bangsa, kita seharusnya harus melek dalam menganalisis keadaan sosial di sekitar kita, sosial media dengan mudahnya disusupi dengan berbagai narasi – narasi ujaran kebencian yang tujuannya untuk perpecahan bangsa.
Di sisi lain, pandemi covid-19 telah berbagai belahan dunia terutama Indonesia tiga tahun belakangan ini membawa perubahan dalam segala aspek kehidupan. Dampak yang diberikan adalah transisi digital yang telah dibuktikan dengan ribuan proses riset secara akademik.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) sebagai organisasi yang berbasis kaderisasi tentunya harus selalu berperan aktif mengawal proses transisi yang terjadi. Menyelenggarakan berbagai forum diskusi menjadi langkah paling sederhana. Namun, sebagai organisasi kritis transformatif, produktif, gerakan dan gagasan tidak boleh berhenti pada aspek retorika saja. Implementasi kebijakan dan penciptaan inovasi mengusung transformasi harus direalisasikan.
Momentum 63 tahun PMII paling tidak mampu menjadi kerangka refleksi, urgensi, dan implementasi digitalisasi dalam tubuh organisasi. Karena pasca pandemi, pola kaderisasi dan gerakan kita harus mengakomodir karakteristik kader. Karena membangun kesadaran dan keterlibatan untuk membangun transformasi digital menjadi tanggung jawab semua elemen dalam menghadapi perubahan zaman. Sebelum hal tersebut, diperlukan gagasan yang menjadi sebuah konsepsi yang utuh. Artinya digitalisasi menjadi suatu kebutuhan pelatihan dan implementasi kajian kritis urgensi digitalisasi bagi anggota dan kader PMII.
Di era seperti ini, kader PMII tidak saja membicarakan tentang kajian-kajian intelektualnya, namun juga tentang kreativitas yang mampu dibangun untuk bisa menjawab
tantangan-tantangan era society. Bagaimana mungkin dengan fasilitas sebesar sekarang kader PMII hanya mampu melahirkan gagasan-gagasan yang begitu besar tanpa mampu menyajikan satu hal yang berpengaruh pada aspek sosial. Produktif merupakan satu hal yang harus bisa dilakukan oleh kader PMII untuk dapat menghasilkan suatu karya.
Kemajuan zaman yang ditandai dengan adanya perkembangan teknologi informasi ini merupakan potensi besar yang harus dimanfaatkan oleh PMII. Tidak hanya mempermudah organisasi dalam melakukan kerja-kerja administratif, kemajuan teknologi juga bisa dijadikan alat untuk membangun basis gerakan yang masif dengan mudah, efektif, dan mampu menjangkau target lebih luas.
Oleh : Moh As'ad Hasanuddin Affandi