https://www.google.com/ |
Bumi kita diisi oleh makhluk yang bernama manusia dengan dua jenis kelamin yaitu lelaki dan perempuan. Selebihnya terdapat tumbuhan juga hewan sebagai pelengkap kesejahteraan kehidupan di bumi. Manusia hidup saling berdampingan dengan damai dan sejahtera atas sifat kesosialannya yang kuat. Hak dan kewajiban sebagai manusia adalah untuk saling menjaga bumi ini agar tetap makmur dan tidak merusak alamnya.
Keberadaan laki-laki dan perempuan tidak serta merta tanpa tujuan dan manfaat. Seperti yang kita tahu manusia pertama dimuka bumi, yaitu nabi Adam a.s diciptakan dengan disusul oleh istrinya Siti Hawa sebagai pelengkap hidupnya. Namun perlu diketahui jika peran yang diemban satu sama lain itu memiliki perbedaan yang dianggap sebagai ukuran tingkat kemampuan seseorang. Laki-laki dianggap satu tingkat lebih kuat dibanding perempuan hanya dikarenakan oleh fisik yang diciptakan lebih kuat, padahal ada beberapa hal yang lelaki sendiri tidak bisa melakukan hal yang dilakukan perempuan. Seperti hamil, melahirkan dan menyusui hanya perempuanlah yang dikenakan takdir untuk bisa atasnya.
Laki-laki dan perempuan merupakan dua entitas yang dibedakan oleh jenis kelamin (seks) dan peran yang harus dilakukan (gender)(Artaria, 2016). Namun sering pula dianggap sebagai hal yang sama antara laki-laki dan perempuan. Yang menimbulkan ketidakseimbangan atau menimbulkan ketidakadilan. Jenis kelamin merujuk pada fisik yang dimiliki laki-laki dan perempuan yang dimiliki satu sama lain. Bersifat kodrati Tuhan, biologis dan universal yang tidak bisa dirubah seperti organ tubuh pada laki-laki dan perempuan. Berbeda dengan gender yang terbentuk dari sifat sosial budaya yang panjang.
Perempuan diciptakan dari tulang rusuk kanan seorang laki-laki yang bengkok tidak serta merta bisa dinilai kalau perempuan itu memiliki jiwa yang lemah. Ditandai oleh peran perempuan yang bisa disetarakan dengan laki-laki. Diantara peran itu antara lain dalam hal rumah tangga, seperti beberes rumah, masak, mengasuh anak hal itu merupakan peran yang dikenal sebagai hal yang hanya dilakukan perempuan namun laki-laki pun bisa melakukannya.
Peran gender bisa diterapkan akibat kondisi yang melatarbelakangi sehingga peran laki-laki dan perempuan juga bisa dipertukarkan. Bisa terbentuk dari nilai-nilai adat, pendidikan, agama, politik, ekonomi dan lain sebagainya. Sehingga pertukaran peran disini tidak bisa menyalahkan kodrat. Kita tidak bisa menyalahkan jika seorang suami dalam rumahnya bebersih atau mengurus anak begitupun sebaliknya, tidak boleh juga kita menyalakan perempuan yang mencari nafkah keluarga.
Perempuan dikenal sebagai seorang yang memiliki akses berbeda dengan laki-laki terutama dalam hal kepemimpinan. Isu yang merebak bahwa perempuan adalah hanya budak seks bagi laki-lakinya perlu diteliti lebih lanjut. Persoalan perempuan boleh tidaknya menyetarai posisi laki-laki yaitu menjadi pemimpin telah menjadi perdebatan di publik Islam. Hal ini merupakan pembahasan menarik disebabkan sebagai pemimpin membutuhkan kesepakatan dan antara pemimpin dan yang dipimpin harus mewujudkan rasa keadilan dan keamanan.
Sejarah kepemimpinan perempuan telah disebutkan dalam kisah-kisah zaman terdahulu (Rahim, 2019). Salah satunya ada ratu Bilqis yang memimpin negeri Saba’. Kepemimpinannya disamakan dengan raja Sulaiman yang arif budiman dan bijaksana. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah: 30, yang artinya “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.
Ayat disini sudah jelas menerangkan bahwa kepemimpinan tidak dibatasi oleh jenis kelamin. Tidak hanya pada bidang kepemimpinan disebuah negara melainkan bisa didalam pendidikan, rumah tangga, bahkan pemimpin untuk dirinya sendiri. Ungkapan ini diperkuat pula oleh hadist Nabi yang menyebutkan yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas " masing-masing dari kamu adalah pemimpin. Dan masing-masing dari kamu bertanggungjawab atas yang dipimpinnya."
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin (seks) itu tidak bisa dijadikan tolak ukur seseorang dalam melakukan hal, laki-laki bisa menjadi peran ibu rumah tangga begitupun juga perempuan yang bisa menjadi pemimpin umat. Hak dan kewajiban atas nama suami istri tidak dihapuskan dari keadilan kecuali menjadi imam sholat dimana selagi ada lelaki yang baligh maka perempuan tidak ada hak atas itu. (Anggraeni Munasaroh)
REFERENSI
Alfred Ena Mau, Jurnal: Kesetaraan Gender: "Peran antara Perempuan dan Laki-laki yang Seimbang", 2016.
Artaria, M. D. (2016). Dasar Biologis Variasi Jenis Kelamin, Gender, dan Orientasi Seksual. BioKultur, V(2), 157–165.
Hayana, Artikel Jurnal : Kepemimpinan Perempuan dalam Bingkai Kesetaraan Gender (Tinjauan Perspektif Islam), IAIN Parepare, 2023.
Rahim, A. (2019). Gender dalam Perspektif Islam. BUANA GENDER : Jurnal Studi Gender Dan Anak, 4(1), 1–19.