Menjadi mahasiswa ialah suatu kesempatan yang tidak dapat dirasakan oleh semua orang. Namun, sayangnya kesempatan itu acap kali disalahgunakan oleh kebanyakan mahasiswa sekarang. Mahasiswa yang seharusnya menjadi penyambung aspirasi masyarakat malah seakan buta akan kewajiban tersebut. Alih-alih menjadi penyambung aspirasi, mahasiswa saat ini malah sibuk dengan foya-foya yang notabenenya menghambur-hamburkan uang dan materi lainnya. Hal ini tentu menjadi permasalahan yang serius jika tidak segera diatasi.
Eksistensi mahasiswa kali ini hanya berkutat pada bagaimana menjadi goodlooking ketika berangkat ke kampus dan ketika dipandang mahasiswa lainnya. Kampus yang seharusnya menjadi tempat mencari ilmu, kini berubah menjadi ajang memamerkan strata sosial. Para pejabat kampus khususnya pengurus intra hanya memikirkan tentang bagaimana program kerja mereka dapat terealisasi, tanpa memikirkan substansi yang akan diterima oleh mahasiswa. Pengurus intra harusnya lebih memikirkan bagaimana mereka menyusun sebuah kegiatan yang menunjang tingkat intelektual mahasiswa. Alih-alih menjadi pengurus yang baik, kebanyakan pengurus hanya memanfaatkan intra sebagai ajang eksistensi mereka.
Kebanyakan dari pengurus tidak peduli terhadap apa yang mahasiswa butuhkan. Mereka hanya menganggap setelah menjadi pengurus intra maka tingkat kelas sosial mereka bisa menjadi lebih tinggi dari mahasiswa lainnya. Namun pandangan mengenai hal itu seharusnya membuat mereka malu. Bukan hanya kelas sosial saja yang lebih tinggi, melainkan ilmu pengetahuan dan wawasan yang mereka miliki bisa lebih banyak daripada mahasiswa lain.
Jika kita menilik kembali mengenai teori eksistensialisme milik Nietzsche, dia mengatakan bahwa, “Bukan menjadi manusia yang merupakan tujuan hidup yang sejati, melainkan menjadi Manusia Unggul.” Menjadi manusia unggul (Ubermensch) ialah menjadi manusia yang memberikan nilai pada dirinya sendiri tanpa berpaling dari dunia dan menengok ke seberang dunia.
Sederhananya jika kita kaitkan dengan mahasiswa yang kita bahas sekarang ini adalah mahasiswa unggul menjadi suatu bentuk mahasiswa yang menganggap dirinya sebagai sumber nilai (value). Sehingga dalam masalah ini, bagi yang ingin menjadi mahasiswa unggul baiknya membentuk intelektualnya. Menjadi eksistensialis berarti menjadi mahasiswa yang sadar akan dirinya, berdiri sebagai diri sendiri dengan keluar dari dirinya.
Seorang manusia unggul versi Nietzsche ialah, nilai tukar dari intelektual adalah darah! Darah bermakna perjuangan. Ia harus melumat ilmu pengetahuan sehingga bisa menjadikannya sebagai bagian dari dirinya sendiri, agar dapat menunjukan keberadaannya sebagai intelektual. Kita harus keras dalam mendidik (proses membentuk manusia unggul), namun yang utama adalah keras pada diri sendiri. Nietzsche menjelaskan dalam bagian yang lain bahwa, dia mengusulkan untuk dibentuknya suatu seleksi untuk membentuk “manusia atas” atau manusia unggul dengan cara mengkaji ulang semua keintelektualitasan.
Maka dari penjabaran di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa mahasiswa unggul baru dapat dicapai apabila ada perpaduan yang harmonis antara kekuatan, kecerdasan dan kebanggaan. Secara simplistis, yang menjadi tujuan utama dari menciptakan mahasiswa unggul adalah menjelmakan mahasiswa yang lebih kuat, lebih cerdas dan lebih berani.
Annas Akmalul Huda