Judul Buku : Menjadi Kader PMII
Penulis :
Ahmad Hifni
Penerbit : Moderate Muslem Society (MMS)
Cet/Tahun : Pertama/2016
Jumlah Halaman : 173 halaman
ISBN : 978-979-19944-1-5
Peresensi : Khoirul Muthohhirin
Pada proses perjalanan PMII dari tahun ke
tahun memiliki banyak pergolakan, hal tersebut tidak lepas dari kondisi
masyarakat secara utuh dan juga kondisi internal PMII sendiri. PMII sebagai
organisasi kaderisasi berbasis doktrinasi
ideologi yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemahasiswaan, keislaman,
dan keindonesiaan yang memiliki
tanggung jawab dalam memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia. Maka untuk
mencapainya, kita perlu memperhatikan berbagai
aspek pada proses pergulatan PMII kedepannya, di antaranya terkait intelektual dan moral
dari PMII.
Seperti dalam buku ini, di sini Ahmad
Hifni mengatakan, “Sebagai Mahasiswa dan
kader PMII, sikap yang paling utama dipertahankan adalah idealisme dalam
menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan intelektual” (h 105).
Ungkapan dari penulis buku “Menjadi Kader PMII” ini dapat menjadi bahan refleksi
bagi para mahasiswa, khususnya kader PMII sendiri. Pasalnya, jika kita
menelisik kembali tri khidmat PMII yang mencantumkan Taqwa, Intelektual,
Profesional merupakan tugas sekaligus tanggung jawab kader PMII. Urgensi
mempertahankan idealisme dalam menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan
intelektual akan terasa jika mahasiswa sudah terjun ke masyarakat.
Pengalaman-pengalaman ketika mengemban ilmu benar-benar dipertaruhkan dalam
rangka cakap dan bertanggung jawab untuk
mengamalkan ilmunya.
Sedikit keresahan tersendiri ketika nalar
kritis mahasiswa mulai meredup, menjadi keharusan aktivitas intelektual yang perlu dilestarikan
lagi dalam merawat nalar kritis mahasiswa terkhusus kader PMII. Mengingat kita hidup di
tengah peradaban yang praktis; dalam artian kita dituntut seperti robot yang
hanya bergerak hanya berdasarkan nilai fungsi atas kebermanfaatan saja, tanpa
memperhatikan esensi dan value atas apa yang kita laksanakan. Maka dari
itu yang perlu diperhatikan adalah hakikat sebenarnya peran dan tanggung jawab
mahasiswa itu sendiri.
Buku ini mengajak pembaca untuk
menumbuhkan semangat kader dalam pengembangan corak pemikiran berbasis
intelektual, banyak kemungkinan-kemungkinan terburuk bagi kader-kader PMII
ketika proses pengembangan intektual itu berhenti. Berbicara fakta, PMII merupakan organisasi dengan kuantitas yang cukup diperhitungkan,
namun akan kurang apabila kuantitas tidak dibarengi dengan kualitas, terkhusus
lagi dalam kualitas intelektualnya.
Di era dewasa ini, kita lebih menyukai
hal-hal yang serba praktis, dalam artian para mahasiswa, kader PMII mulai
enggan mengikuti diskusi-diskusi, kita lebih menyukai hal-hal yang sifatnya menyenangkan.
Hal inilah yang menyebabkan kegiatan-kegitan pada tingkatan Rayon ataupun
Komisariat lebih bersifat normatif.
Sebenarnya tidak ada salahnya ketika pada
tingkatan Rayon maupun Komisariat memilih hal tersebut dalam proses pendekatan
kepada kader, namun kurang pas ketika melupakan tupoksi kaderisasi PMII yang
bersifat doktrinasi. Urgensi dari pembentukan nalar kritis sebagai asupan
intelektual kader adalah memberikan mereka wawasan
untuk menganalisa problem yang
ada. Sebab, ketika kader PMII tidak
memiliki wawasan analisis
yang bagus, besar kemungkinan akan gagap dalam mencari problem solving,
entah dalam skala kecil ataupun besar.
Selain
itu, proses pembekalan
intelektual merupakan proyek jangka pendek dan panjang dari kaderisasi PMII, seperti halnya Tri Khidmat PMII yang menjadi tugas sekaligus
tanggung jawab kader PMII
dalam ranah intelektualnya.
Bagaimana tidak jika dalam dunia
perkuliahan kita bersaing adu gagasan dengan mahasiswa lain, mahasiswa dari
organisasi lain, bahkan bersaing dengan sahabat kita sendiri. Karena persaingan
yang paling substantif
di ranah kampus adalah dalam bidang intelektual. Jangka panjang dari pembekalan
intelektual adalah persaingan dalam profesionalitas kerja, sebab menjadi apapun
ketika tidak dibekali wawasan
apa pun,
tidak memiliki kapasitas keilmuan
yang memadai, besar kemungkinan kalah dalam proses persaingan profesionalitas
kerja.
Penyajian buku karangan Ahmad Hifni
menjadi bekal sekaligus representasi kiprah kader PMII yang sebenarnya. Dalam
bukunya ia menyampaikan urgensi dari apa-apa saja yang semestinya lekat dengan
kader PMII. Di sisi penjelasan mengenai iklim keilmuan kader PMII, penulis juga
memperhatikan gerakan PMII secara menyeluruh mulai dari pondasi pengetahuan sosio-historis
hingga esensi kehadiran PMII dalam berbagai sektor kemasyarakatan. Pembawaan bahasanya
yang mudah dimengerti, dan pembahasan isi buku yang tersaji dengan sistematis
mengantarkan pembaca untuk menelaah entitas dan identitas PMII secara utuh.