Sahabat Zaim Pengurus PMII cabang Kota Semarang dalam diskusi bersama yang diadakan oleh Pengurus PMII Rashul via google meet, menyampaikan bahwa Mahbub Djunaidi merupakan sosok sastrawan sekaligus politis yang bisa kita jadikan panutan dalam membangun pergerakan kader PMII masa kini, Rabu (05/01/22)
Pada webinar yang mengangkat judul " Menelaah Pemikiran dan Pergerakan Mahbub Djunaidi" membahas peran serta sosok Sang Pendekar Pena tersebut. Siapa yang tak mengenal sosok Mahbub Djunaidi, beliau merupakan ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang berdiri pada tanggal 17 April 1960. Dengan salah satu tujuan pendiriannya ialah untuk mewadahi dan menyampaikan aspirasi kaum mahasiswa maupun tokoh-tokoh intelek. Beliau merupakan putra dari pasangan pesantren yang lahir di Jakarta pada 27 Juli 1933. Setelahnya beliau tumbuh hingga meninggal di Solo.
Beliau mulai mengembangkan bakat menulisnya sejak duduk di bangku SMP, hingga beliau akhirnya berhasil menjadi seorang sastrawan, politisi, serta jurnalistik yang handal. Beliau memiliki julukan sebagai Pendekar Pena karena kepiawaiannya dalam menulis kolom. Jejak kepenulisannya dapat kita baca sekarang ini dalam karya-karya beliau seperti novelnya yang berjudul Dari Hari Ke Hari dan Musim Berganti.
Selain itu, sebagai seorang politisi Mahbub merupakan anggota legislatif sebagai perwakilan dari NU. Tak berhenti di sana, sebagai seorang wartawan beliau juga pernah menjadi pemimpin dari koran NU dan menjadi pemimpin PWI.
Selanjutnya dalam penjelasan Sahabat Zaim, Mahbub merupakan tokoh yang memiliki pemikiran kritis. Di mana hal ini ia cerminkan dalam tulisannya yang tidak hanya terpaku pada bacaan semata akan tetapi juga berdasarkan hasil relevansi dari teori-teori yang beliau dapatkan.
"Kita bisa mencontoh akan sikap kritisnya, dengan mengkritisi teman kita maupun siapapun dengan tujuan membangun organisasi dan pergerakannya", ujarnya.
"Selain itu, sikap Mahbub juga bisa kita jadikan panutan ketika kita menilik sejarah yang mengatakan bahwa beliau menerjemahkan sebuah novel berjudul Road To Romadhon karya Muhammad Hasan Heikal ketika berada dalam jeruji besi. Bisa kita contoh sikap bijaksananya dalam memanfaatkan waktu untuk belajar", jelasnya.
Menurut sahabat Zaim, keberanian, kekritisan, dan metode penyampaian aspirasi dengan tulisan bisa dicontoh oleh kader-kader masa kini. Tetapi mengubah pengemasan yang disesuaikan dengan masa sekarang ini. Pernyataan ini guna menanggapi pertanyaan dari sahabati Laelatul.
Selanjutnya, guna menanggapi pertanyaan dari sahabat Khairul mengenai faktor yang membangun kepribadian seorang Mahbub Djunaidi sehingga menjadi sosok yang bersahaja. Gus Zaim menyebutkan bahwa ada peran besar dari orang tuanya, lingkungannya, serta karena keterbukaan pemikiran sebab membaca dari berbagai genre buku.
Oleh: Zaqia dan Leni