Judul buku: Inilah esai
Jumlah halaman: 193 hlm
Ukuran buku: 14x21 cm
ISBN: 978-979-1436-34-2
Cet/ Tahun terbit: II/ 2017
Nama penulis: Muhidin M Dahlan
Nama penerbit: Boekoe, Indonesia buku
Nama pengulas: Lia Barokatus Solikah
Berbicara tentang esai, merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi mahasiswa, khususnya para penggiat literasi. Esai dijadikan tempat untuk menuangkan pikiran yang menjelma menjadi tulisan. Jika kita lihat, banyak sekali karya tulis ilmiah yang mengusung tema esai sebagai ajang perlombaan. Telah jelas bahwa esai sangat berperan dalam dunia kepenulisan. Esai adalah karangan yang berisi analisis, gagasan atau tafsiran, biasanya dipandang secara pribadi (Bonaficio Alexander, S.S & Yettik Wulandari, S.S.). Esai juga memiliki banyak jumlah item ada tipe gaya, jenis, diskriptif dll.
Dalam menjawab beberapa salah faham atas marxisme, esai diperkenalkan oleh Njoto yang memilih 3 esai Soekarno. Menurut pendapatnya, esai yang dipilihnya cocok dalam mengawali pembelajaran tentang Marxisme, yaitu ada ‘Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme’, ‘Memperingati 50 tahun wafatnya Karl Marx’, dan ‘Mendjadi pembantu ‘pemandangan’-Soekarno oleh Soekarno sendiri’. Meminjam pernyataan bung Karno, ia berkata bahwa “Marxisme adalah satu-satunya teori yang kompetent untuk memetjahkan soal-soal sedjarah, politik, dan kemasyarakatan”. Dalam hal ini telah sadar bahwa esai bukan hanya berbicara mengenai sastra tetapi sangat menghormati segalanya, menghormati karya ilmiah dan puisi, menghadapi obyektifitas maupun subyektifitas.
Dari sekian banyak karya tulis ilmiah seperti puisi, pantun, artikel. Esai mendapati tingkat penulisan yang agak rumit. Seorang esais dituntut untuk menyajikan data, sumber dan penelitian yang pasti. Bukan hanya itu, pengetahuan, intelektual, kecakapan serta penguatan analisa juga sangat diperlukan dalam mengolah karangan esai dari si penulis. Seorang esais punya cara untuk memanggil dan menjemput idenya. Ada yang menulis dengan tempat yang bersih dan rapi, ada yang bisa berfikir dengan kamar acak-acakan, dan ada pula gaya sastrawan Iman Simatupang yang menulis dengan menyewa kamar hotel. Satu lagi, ada Cak Nun yang menulis tentang apapun dan dimanapun, sekalipun sedang bercakap dengan orang lain. Jurnalis dan budhayawan Gabriel Possenti sindhunata berkata bahwa “Gagasan ada dimana-mana, dan mula-mula disiapkan seorang penulis adalah kemauan kakinya melangkah”. Pada akhirnya esais adalah seorang disiplin dengan kreatifitas dirinya sendiri, semua tinggal bagaimana kita bisa mengambil contoh dengan baik dan penggiat literasi dapat memusnahkan rasa kemalasan, meskipun berat. Eheheh
Bagi kalian semua terkhusus mahasiswa yang ingin belajar menulis namun bingung mulai darimana. Buku karangan dari penulis kontroversi yang kerap dipanggil Gus Muh dengan jumlah halaman 193 ini memberikan jawaban, jurus dan ramuan bagaimana tangkas dan cakap dalam menulis esai. Dimulai dari tema-topik, sumber bahan, judul, esai tidak mati gaya dll. Selanjutnya pembaca akan diperkenalkan dengan penulis kondang nasional sampai internasional dalam bidang perspektif yang berbeda-beda. Ada Liek Willardjo pada bidang sains dan ilmu pengetahuan, Andre Moller dari Swedia dan Berthold Damshauser dari Jerman yang memiliki minat begitu besar pada topik bahasa (Indonesia), Soekarno yang bukan hanya presidan RI pertama tetapi juga penggiat penulis esai politik pada masanya, ada kakak angkatan pergerakan Njoto, Aidit, Natsir juga penulis esai politik yang eksis pada angakatan 1955.
Tak absah bila tak menyebut nama Mahbub Djunaidi ketua pertama pergerakan mahasiswa islam Indonesia (PMII) yang berkiprah dalam dunia esai. Antara lain Bangsawan, Bendaharawan, Dialog, Dikbud, Elly, Gepeng, Kolumnis, Kretek, Jlimet, Porkas, Puasa, Sogok, Tilpun, dan Wajah. Tokoh nasional diatas yang kita kenal sebagai biografi sejarah serta darah juang negara dibalik itu semua mereka menyimpan bakat menulis dalam dunia esai.
Tak sedikit diantara mahasiswa mahir dalam dunia menulis, banyak diantara nya masih mendekte soal kepenulisan, padahal perihal menulis sangat perlu untuk dipelajari bersama. Bukan hanya pada penugasan dalam membuat makalah maupun skripsi tetapi seiring dengan zaman menulis menjadi suatu disiplin ilmu yang sangat dibutuhkan salah satunya yakni esai.
Dalam buku “Inilah Esai” sang penulis juga menyajikan beberapa pemaparan resep jitu menulis ala Gunawan Maryanto yang merupakan aktor, penyair, sekaligus pegiat teater. Resep ini pernah disampaikan oleh Gunawan saat menjadi tamu di kelas seni menulis Biennale Jogja XIII pada tahun 2015. Beliau menyampaikan bahwasannya, tulisan yang baik adalah bercerita, memberi dan memperkaya pengetahuan pembaca, memiliki signifikan atau nilai pembeda, ditulis ringkas dan padat, bersuara (walaupun kata itu diam, tapi sesungguhnya dalam kepala pembaca kata itu hidup), terdapat rujukan konteks dan peristiwa, dan yang terakhir mampu memantulkan wajah (tergambar bahwa cerita yang ada dalam buku adalah si pembaca).
“Menulis esai tentu semua orang bisa asal mau, yang penting seorang esais terlihat pandai. Untuk terlihat pandai saudara dapat bisa menempuh dengan cepat, bukankah kita mempunyai budaya sering dadakan, dan dadakan itu kita dapat langsung mendapatkan ide”. (Budi Darma, 1974. hal 178). Mengapa Budi Darma mengatakan demikian? Karena semua orang pasti bisa menulis, menuangkan pikiran menjadi tinta tulisan yang apik dan dapat dibaca khalayak umum. Imajinasi seorang penulis akan keluar ketika dadakan muncul seketika, ide yang ada di depan mata mampu menghasilkan bait demi bait yang akhirnya menjadi sebuah tulisan. Maka dari itu kekuatan seorang esais adalah tekun, yakin dan terlihat pandai bahwa diri mampu untuk menulis.
Sistematika dalam buku ini baik dan rapi, penulis benar-benar mempertegas kepada pembaca bahwa banyak sekali kumpulan esai yang berhasil dibukukan oleh beberapa aktor esais yang dapat dijadikan contoh dalam belajar menulis esai. Buku ini membagi kepada khalayak ramai seperti “kurikulum pengajaran esai di Indonesia”, tidak hanya sekedar panduan seakan-akan pembaca di dekte dengan berbagai gambaran dalam menulis dari awal sampai akhir esai. Sangat cerdik sang penulis membagikan tips dan cara dalam menulis esai, dengan cerita, kutipan, peristiwa, pertanyaan, metode, teori, sampai berdoapun juga tak lupa diingatkan agar selalu diberkati kemampuan mengikat perhatian pembaca sejak halaman pertama sampai akhir.
Sedikit kekurangan, tidak seperti halnya buku novel percintaan dimana si pembaca mampu terbawa pada arus cerita dan lebih ingin menuntaskan dalam waktu yang singkat. Buku yang berisi tentang panduan dalam menulis esai ini memakan waktu yang cukup banyak. Saya rasa ada beberapa penggalan kata dan bahasa yang belum bisa langsung untuk dicerna, butuh pengulangan dalam membacanya. Buku ini memang sangat cocok jika dikonsumsi oleh para pelajar khususnya mahasiswa yang sehari-hari menggeluti dunia wacana. Akan tetapi bahasa yang terlalu monoton berbalut sastra menjadikan nya kurang mengena kepada pembaca.
Pada akhirnya, secara keseluruhan buku ini merupakan buku refleksi serta panduan yang cocok untuk dikonsumsi bagi mahasiswa terlebih bagi para penulis yang ingin menginjak dunia esai. Tak ayal rasanya jika kita telah menghasilkan banyak tulisan tetapi belum sempat membaca buku karya Muhidin M Dahlan ini. Terpenting buku ini membawa kepada pembaca untuk belajar bersama menulis esai, mengenal pada sederet tokoh kondang ternama dan sejumlah esai karya tulisnya yang berada di bawah langit esai Indonesia. Serta ketika pembaca telah menuntaskan buku “Inilah Esai” dapat menghasilkan sebuah tulisan.
Apakah sebegitu istimewanya karya tulis yang satu ini sampai tokoh nasional hingga internasional tak lekang dengan tulisan esainya? Mari kita membaca..! Salam literasi..!