28 oktober adalah harinya pemuda. Di mana hari tersebut telah menciptakan sumpah pemuda sebagai tonggak bersatunya bangsa Indonesia. Mereka berasal dari berbagai daerah bersatu untuk mengusir penjajah.
Sejarah yang lama bagi bangsa Indonesia untuk bersatu dalam mengusir penjajah di mana sebelumnya bentuk perlawanan tersebut masih terpaku dalam kesukuan atau kedaerahan. Sumpah pemuda ini merupakan pondasi utama dalam sejarah kemerdekaan Indonesia dari penjajah. Oleh karena itu, sumpah pemuda penting untuk diperingati sebagai bahan refleksi pemuda-pemuda Indonesia di masa kini.
Peringatan sumpah pemuda menandakan bahwa pemuda memiliki peranan penting dalam pembangunan bangsa dan perdaban. Pemuda mempunyai ciri khas sendiri yang tidak dimiliki oleh generasi lain. Dalam hal bertindak, pemuda lebih mempunyai mental, keberanian dan kekuatan dalam segala hal yang menjadikan pembeda daripada generasi lainya.
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) merupakan salah satu representasi pemuda hari ini yang terwadahkan dalam satu organisasi mahasiswa. Dengan berlandaskan nilai-nilai ahlu sunnah wa aljama’ah. PMII dapat bertindak dan bergerak untuk mewujudkan cita-cita bangsa sebagaimana termaktub di dalam tujuan PMII AD/ART bab IV pasal 4, “Terbentuknya pribadi muslim yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggungjawab dalam mengamalkan ilmunya, serta komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia”.
Sebagai pemuda atau kader PMII yang hidup era sekarang ini, di mana zaman sudah serba digital, tentu keadaan sangat berbeda seperti saat masa penjajahan dahulu. Kala itu pemuda harus mengangkat senjata sebagai wujud perlawanan terhadap kolonialisme atau penjajahan. Namun, semangat dan nasionalisme juang pemuda zaman dahulu tetap bisa diteladeni di masa sekarang, tentu dengan perwujudan berbeda.
Jika zaman dahulu tugas pemuda adalah membatu mengusir penjajah untuk mendapatkan kemerdekaan, pemuda atau kader PMII sekarang ini dapat mengimplementasikan peranan pemuda dengan nilai-nilai yang dimilikinya, salah satunya adalah tri khidmat PMII, yaitu, taqwa, intelektual dan profesional yang merupakan kapasitas diri yang wajib dimiliki oleh kader PMII.
Pada zaman sekarang pemuda atau kader menjadi kelompok acuh tak acuh, pesimis, anti intelektualisme , melanggengkan budaya konsumtif dan hedonis hingga menjauhkan diri dari realitas. Apalagi dengan perkembangan teknologi menjadikan pemuda lebih banyak disibukan dengan aktifvitas di dunia maya, hingga lupa bertatap muka satu sama lain atau bahkan Tuhannya.
Kapasitas diri seperti tersebut bagi kader PMII diharapkan paham siapa, apa, dan bagaimana diri kader dalam melihat tantangan zaman. Dalam kehidupan sehari-hari , sublimasi tri khidmat menjadi hal penting yang harus ditanamkan lebih dalam oleh kader PMII.
Takwa menjadi poin pertama yang harus dipegang teguh oleh kader PMII, perkembangan zaman yang pesat menjadikan kader harus mampu mengontrol diri dan tidak terhempas oleh arus perkembangan zaman. Dalam konteks inilah kualitas takwa menjadi suatu hal urgent yang harus ada pada diri kader.
Pemahaman tentang ketakwaan, tidak melulu dalam sudut pandang hubungan manusia dengan Allah Swt. Hubungan yang bijak dengan sesama manusia juga dapat diartikan sebagai wujud ketakwaan. Jadi, antara kesalehan vertikal dan kesalehan horisontal harus berjalan secara seimbang.
Memandang nilai-nilai tersebut selayaknya kader PMII mampu menjadi teladan dalam kehidupan sehari-hari. Selain rajin sholat dan ibadah lain yang bersifat individual ataupun kelompok juga harus bijak dalam berperilaku sosial. Baik itu dalam dunia nyata ataupun dunia maya sekalipun. Misalnya, dalam bermedia sosial, sudah selayaknya kader mampu menggunakannya dengan bijak, tidak mengumbar kebenciaan atau kebohongan publik, berperilaku rasis, seksis dan sebaginya yang mencerminkan perilaku negatif di dalam akun sosial medianya.
Kemudian peningkatan intelektual juga menjadi suatu keharusan yang wajib dilakukan oleh kader PMII. Di mana kader PMII adalah harapan nyata sebagai generasi penerus bangsa yang akan membangun peradaban Indonesia di kemudian hari.
Miris, saat mengamati kader PMII yang malas membaca buku, berdiskusi dan menulis. Tidak dapat dinafinakan jika hari ini kader PMII mudah terbawa arus, bukan mengendalikan arus. Tidak menganalisa lebih dalam hal-hal yang terjadi, justru malah terprovokasi.
Coba kita amati, berapa banyak kader PMII yang baru-baru saja mengikuti aksi tolak UU cipta kerja? Banyak, bukan? Lalu berapa kader yang betul-betul memahami isu tersebut dan berapa kader yang mengikuti aksi karena dilatarbelakangi propaganda sosial media belaka? Tanpa perlu jawaban, sudah menjadi renenungan kita hari ini bahwa kader PMII mulai kehilangan semangat nilai-nilai intelektualitasnya.
Setelah takwa dan intelektual, nilai yang harus diterapkan adalah profesional. Tidak sedikit kader yang bisa memposisikan dan membedakan antara kepentingan pribadi dan kepentingan organisasi. Contohnya, banyak kader ketika memiliki masalah pribadi mempengaruhi gerakanya di PMII, dengan tidak mengikuti kegiatan bahkan menghilang dari kegiatan-kegiatan PMII. Hal tersebut menjadi catatan penting sebagai bahan refleksi diri oleh kader PMII. Sudahkan kita menerapkan sikap profesinolisme dalam berorganisasi?
Oleh karena itu, marilah kita implementasikan tri khidmat PMII sebagai wujud refleksi diri dalam memperingati hari sumpah pemuda. Di mana nilai tersebut dapat menjadi modal kita sebagai pemuda untuk mewujudkan cita-cita bangsa dan menentukan peradaban Indonesia kedepanya. (Mohamad Rizalil Faiz)