Judul Buku : Woe-man Relationship
Nama Penulis : Audian Laili
Nama Penulis : Audian Laili
Penerbit : Buku Mojok, Yogyakarta
Cet
/ Tahun Terbit : II
/ 2020
Jumlah hlm : 242
ISBN : 978-623-7284-00-0
Peresensi :
Elviana Feby Dwi Jayanti
Ketika berbicara tentang perempuan, apa yang sering kali terlintas dalam
pikiran? Apakah perempuan merupakan makhluk yang lemah dan sering menangis?
Atau perempuan adalah makhluk yang banyak menuntut dan sumber datangnya
ketidakharmonisan dalam suatu hubungan? Jika benar, maka buku karya Audian
Laili yang bertajuk “Woe-Man Relationship” bisa menjadi rujukan yang wajib dibaca bagi orang-orang yang berpikiran demikian.
Buku yang merupakan terbitan Mojok ini dicetak untuk yang
kedua kalinya dengan cover menarik berwarna orange dan gambar perempuan pada
bagian tengahnya. Berawal dari sebuah keresahannya terhadap banyak pola pikir
yang keliru dan sudah menjamur dimasyarakat, sang penulis buku yang juga
redaktur terminal mojok berhasil mengemas berbagai kompleksitas perempuan yang
seringkali dianggap remeh oleh mayoritas kalangan.
Audi memberikan tanggapan dari fenomena dan isu yang
terjadi dari stigma-stigma negatif yang sering dimunculkan masyarakat, serta
ketidaktepatan sosial dalam mengambil sikap dan memaknai hal-hal yang
semestinya kurang pas untuk dijadikan patokan. Ia memberikan ulasan yang cukup
kritis dengan sudut pandang dan penjelasan ilmiah, sehingga semakin memperkuat argumen
yang ia bangun didalam narasinya. Tidak hanya itu, Audi juga memberikan kritik
yang membangun serta solusi yang konkrit dalam mengkaji berbagai masalah secara
gamblang.
Pada bagian pertama ketika membaca tentang hubungan
platonik misalnya, ia menjelaskan bagaimana sebuah hubungan pertemanan antara
laki-laki dan perempuan bisa tercipta tanpa memiliki hasrat lainnya. Meski dari
sekilas pandang banyak yang mengatakan hal tersebut tidaklah mungkin, namun
Audi meyakini hal tersebut bisa saja terjadi.
Dalam sebuah cuplikan ia
mengatakan:
“Hubungan semacam ini disebut sebagai hubungan platonik.
Pada pasangan yang orientasi seksualnya heteroseksual, maka definisinya menjadi
hubungan lawan jenis tanpa melibatkan perasaan atau hawa nafsu. Jadi, kedua
orang ini dapat saling memberi perhatian lebih, saling menyayangi satu sama
lain, benar-benar tanpa ada keinginan untuk melibatkan perasaan ‘cinta’ dalam
hubungan tersebut.” (Audian Laili:
H. 4)
Dalam pemaparannya ia juga menjelaskan bahwa tidak semua
pertemanan dengan lawan jenis itu menyimpan fantasi romantis atau bahkan
erotis. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya penelitian yang juga menyebutkan
bahwa pertemanan lawan jenis terbagi ke dalam empat bagian, yaitu platonik,
kesamaan perasaan romantis, menolak hubungan romantis dan menginginkan hubungan
romantis. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dan menggunakan
pengambilan data wawancara semi-terstruktur dan observasi.
Namun meski demikian, memang karena kurangnya norma
sosial yang mengatur hubungan ini di masyarakat, menjadikan individu yang
menjalaninya menghadapi tantangan untuk mempertahankan hubungan platonik. Sehingga
pada praktiknya, banyak hubungan platonik ini justru statusnya berubah menjadi
pacaran, bahkan berujung pada jenjang yang lebih serius yakni pernikahan.
Dalam bukunya, sang penulis juga memaparkan bagaimana anggapan-anggapan
citra perempuan dalam berbagai sektor kehidupan. Perempuan seakan-akan menjadi
sosok yang tak lepas dari stereotip yang melekat dengan dirinya. Seperti citranya
yang acap kali menjadi kesempatan bagi kaum kapitalis untuk pengembangan usaha
mereka, tertulis dalam bab Suara Perempuan. Pada salah satu fragmen Audi menuliskan
tentang kasus prostitusi yang manakala mencuat, selalu menyamarkan pelaku yang
melakukan permintaan.
Hal ini menjadi sangat berbeda dengan apa yang dialami
oleh potret perempuan sebagai ‘pekerja seks’, yang justru banyak terpampang dan
diekspos di berbagai platform media. Dalam tulisan tersebut, ia membahas
bagaimana perempuan di dunia bisnis yang seakan-akan dieksploitasi oleh media. Bagaimana
tidak, dengan dieksposnya pekerja seks itu, menjadi suatu hal menguntungkan
sebagai konten yang clickbait.
Tidak cukup sampai disitu, Audi juga menyampaikan pesan-pesan
yang menjadi pengingat akan pentingnya kesehatan fisik dan mental dalam
menyikapi gaya hidup masa kini, yang secara tidak langsung menjadi sebuah
standarisasi dan berlaku dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut tertulis
dalam beberapa fragmen yang membahas tentang pernikahan. Ia mengulas bagaimana
perayaan bridal shower yang kini menjadi berbeda dari yang semestinya, juga
bagaimana keputusan tidak memiliki anak dalam hubungan pernikahan, yang sering
dicap sebagai tindakan egois cum menyalahi aturan Tuhan, dan masih banyak lagi.
Ia membahas seluk beluk gejala psikologis, keluh kesah
perempuan dengan pergulatannya menghadapi kehidupan, body shaming, victim
blaming, quarter life crisis sampai kiat-kiat untuk meredakan stress dengan
tepat, meningkatkan self-esteem, serta menyembuhkan luka yang sering
kali dibiarkan dan disepelekan begitu saja. Baginya hal
tersebut adalah persoalan yang tidak boleh diabaikan, supaya ketidaknyamanan
dan luka terpendam yang belum terselesaikan itu tidak menjadi bom waktu, yang
bisa meledak kapan saja.
Audi juga banyak menyertakan petikan paragraf yang menyerukan kepada para pembaca, bahwa sebagai
perempuan, semestinya dapat menanamkan pribadi yang pantang menyerah dan menjadi
support system untuk saling mendukung, seperti salah satu kutipan
berikut :
“Kamu masih punya banyak potensi yang bisa kamu perbaiki
lagi dan lagi. Asah terus kemampuan yang kamu miliki itu, percantik kepribadianmu,
dan perluas pergaulanmu. Dari sanalah, kamu akhirnya memahami bahwa kehidupan
tak sedangkal yang kamu kira. Masih banyak permasalahan-permasalahan lain yang
mengharapkan kamu turut serta untuk menyelesaikannya.” (Audian Laili: H. 210)
Buku ini memiliki sistematika yang baik dan terstruktur.
Hal ini dapat dilihat dari cara Audi ketika membagi isi
buku ke dalam lima fragmen yang berisi tentang urutan fase dinamika perempuan. Mulai
dari fase pacaran, putus, menikah, self love hingga suara perempuan, yang
mengulas secara spesifik beragam problematika mulai dari hal-hal
enteng hingga yang prinsipiel.
Ditulis dari perspektif yang berbeda, buku karya Audi
begitu relevan dengan modernitas kehidupan, serta menyuguhkan gagasan-gagasan
cemerlang. Buku ini cocok dibaca bagi kalangan remaja pada rentang usia 15
tahun ke atas, khususnya bagi orang-orang yang aktif menjadi pengguna media
sosial, karena kasus faktual yang berkaitan dengan media digital mendapatkan porsi
yang cukup banyak didalamnya.
Buku ini juga menggunakan bahasa yang ringan dan mudah
dipahami. Ditambah pada sela-sela pembahasan Audi juga menyelipkan guyonan
yang renyah, sehingga penyajiannya tidak membosankan dan membuat
pembaca semakin tertarik untuk
menyelesaikannya sampai halaman terakhir.
Selain itu, tata letak buku tersusun dengan cermat dan apik,
karena mengandung kutipan-kutipan yang bisa dinikmati oleh pembaca pada setiap akhir babnya. Ketika menyelami lembar demi
lembar, pembaca seakan-akan dapat menemukan posisi dirinya didalam alur
pembahasan, karena isi buku banyak mengangkat kasus yang paling tidak satu atau
dua peristiwa pernah pembaca alami.
Pada akhirnya, secara keseluruhan buku ini dapat menjadi
sebuah telaah dan refleksi, bahwa untuk membenahi kekeliruan pola pikir tersebut
dapat dimulai dari diri sendiri. Dan yang terpenting, dapat dijadikan sebagai
pencerahan untuk menumpas segala bentuk stigmatisasi dan ketidakadilan, sehingga
tak ada lagi pihak yang dirugikan dalam sebuah hubungan kemanusiaan.
Ditulis oleh Elviana Feby Dwi Jayanti (Kader PMII Rashul 2019)