Salah satu kajian indah dan menarik
dari Islam adalah Wanita. Sejak zaman Nabi Adam as. sampai Muhammad Rasulullah
SAW, wanita selalu menempati bagian sejarah peradaban manusia. Pola tingkah
laku dan kehidupan wanita menjadi sorotan bagi islam hingga kasus hukum yang
cukup menarikuntuk diangkat pada tema-tema ilmiah dalam kitab fiqih.
Banyak sekali hukum-hukum seputar permasalahaan
wanita seperti darah haid, shalat, puasa, berhias, pergaulan sehari-hari, dan
lain-lain. Sebagaimana yang kita tahu, perubahan kondisi dalam permasalahan
wanita berdampak terhadap perubahan problem sosial di masyarakat. Hal tersebut
menambah kasus-kasus hukum kekinian yang mungkin tidak terjadi di zaman
Rasulullah SAW. Namun, bila dicermati
nilai kasusnya bisa jadi mengandung kesamaan. Pelaku, jenis, tempat, dan
waktunya saja yang berbeda.
Darah haid adalah salah satu dari kodrat
sebagai wanita, yang dimana setiap satu bulan sekali itu mengeluarkan darah.
Syariat islam tentang haid juga ada dalam Q.A. Al-Baqarah ayat 222 yang
menjelaskan haid itu adalah kotoran. Maka dari itu, tempat keluarnya darah
tersebut juga kotor. Adapun Alloh tidak menyukai sesuatu yang kotor dan tidak
suci.
Wanita muslimah yang mengalami proses
alami berupa haid, ketika itu ia sedang pada masa kotor (berhadas besar).
Secara hukum fiqih, orang yang berhadas tidak diizinkan melakukan aktivitas
yang berkaitan dengan ritual ibadah yang telah difardukan atau dicontohkan Nabi
SAW hingga benar-benar telah bersih dan bersuci. Kebersihan dari hadas adalah
syarat wajib melakukan ibadah.
Hukum
wanita haid membaca Al-Qur’an
Bolehkah wanita yang haid menyentuh dan
membaca mushaf Al-Qur’an? Dalam kasus ini, ada perbedaan pendapat di kalangan
para ulama. Salah satu pendapat Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsmani
menyatakan bolehnya menyentuh dan membaca Al-Qur’an secara menyeluruh. Memang,
secara umum, wanita haid dilarang beribadah. Akan tetapi, tidak ada dalil tegas
yang menyatakan menyentuh dan membaca Al-Qur’an itu dilarang.
Tawaf
bagi wanita haid
Apakah wanita yang mengalami haid boleh
melakukan tawaf? Sudah dimaklumi bahwa haid adalah wanita yang sedang berhadas.
Dengan demikian, dia dilarang untuk beribadah, termasuk tawaf. Para Ulama
sepakat bahwa tawaf adalah jenis ibadah yang disamakan dengan shalat, maka
pembatal shalat juga berlaku sebagai pembatal tawaf.
Jika seorang wanita melakukan ibadah
haji atau umrah, semua rukun ibadah haji dan umrah boleh dilaksanakan kecuali
tawaf (wajib ditinggalkan). Jika wanita haid melakukan tawaf dengan kesadaran
dan sengaja, ia wajib membayar denda berupa kifarat memotong hewan kurban atau
bersedekah dengan satu dinar kepada fakir miskin.
Wanita
Haid Masuk Masjid
Syaikh Khalid Muslih pernah ditanya
tentang hukum wanita haid masuk masjid, beliau menjawab bahwa wanita yang haid
boleh memasuki masjid selama bukan shalat, seperti untuk menghadiri majelis
ilmu, mendengarkan nasihat para guru, dan lain-lain. Semua perkara tersebut
diperbolehkan bagi wanita.Permasalah wanita tidak hanya tentang darah haid.
Masih banyak sekali pembahasan-pembahasan lainnya yang terkait dengan wanita
seperti nifas dan istihadhah.
Nifas
Nifas merupakan peristiwa keluarnya
darah dari kemaluan wanita diiringi keluarnya sebagian tubuh bayi hinggga hari
kesepuluh sejak melahirkan. Sedangkan darah yang keluar sebelum keluarnya tubuh
bayi dijatuhi hukum bukan nifas. Jika keluarnya tubuh bayi tidak sempurna,
ataupun masih sebagai janin yang keluar terlebih dahulu (keguguran) secara
medis, maka hal tersebut juga dikenakan hukum nifas. Namun bila secara medis
itu diketahui bukanlah janin maka hukumnya terlepas dari nifas.
Wanita yang sedang nifas juga dilarang
mengerjakan ibadah seperti sholat, puasa, ibadah haji dan membaca al-qr’an
seperti juga layaknya sedang haid. Nifas sendiri tidak memiliki batas kapan
pasti ia akan berhenti. Namun bila sesaat saja misal satu jam sudah berhenti, maka
sudah dikenakan wajib mandi besar sampai bersih dari sisa darah yang keluar
tersebut dan setelah itu kembali dikenakan wajib ibadah seperti biasa.Proses
keluarnya nifas memiliki beberapa fase yaitu:
Jika darah keluar pada saat kondisi
bayi belum sempurna maka darah ini disebut nifas meski keluarnya waktunya lebih
dari sepuluh hari.
Adanya darah setelah seluruh anggota
tubuh bayi keluar dan berhenti di hari kesepuluh dan wanita tersebut tidak
sedang jatuh siklus haid, maka darah tersebut juga dianggap nifas.
Jika darah keluar setelah fase normal
sepuluh hari dan dalam keadaan jatuh waktu siklus haid, maka darah tersebut
dijatuhi hukum setelah nifas yaitu istihadhah.
Istihadhah
Istihadhah merupakan keluarya darah
yang tak berkaitan dengan luka atau proses haid dan nifas. Pada umumnya
keluarnya darah istihadhah merupakan kebalikan dari haid, darah yang keluar
bewarna kuning dingin tanpa didahului tekanan nyeri. Meskipun demikian darah
yang keluar juga bisa bewarna hitam dan berasa panas juga disertai rasa nyeri
sesuai kondisi medis yang dialami.
Darah istihadhah yang keluar, tidak memiliki
batas waktu tertentu bisa bertrut-turut, bisa hanya tiga hari atau bahkan
sepluh hari lamanya. Ada beberapa kriteria jatuhnya hukum pada istihadhah,
diantaranya:
Sedikit,
jika darah yang keluar hanya sedikit
maka diwajibkan untuk mengganti pembalut dan membersihkan vaginanya saja,
setelah itu wudhu dan boleh melaksankan sholat dan ibadah wajib lainnya.
Sedang,
jika darah yang keluar dalam ukuran
sedang maka, cara mebersihkannya dengan mandi besar sebelum subuh dan setelah
itu boleh mengerjakan ibadah seperti
biasanya. Namun bila keluarya setelah waktu shubuh maka mandi tersebut
dilaksankan sebelum waktu sesudah shubuh (zuhur), dan begitupun setelahnnya
mengkuti ketentuan kapan keluarnya.
Banyak, jika darah yang keluar dalam konisi
banyak maka diwajibkan mandi besar seanyak tiga kali dalam waktu satu hari.
Satu kali mandi sebelum waktu dzuhur untuk shalat zuhur dan ashar. Mandi kedua
setelah ashar atau sebelum maghrib untuk waktu shalat maghrib dan isya.
Kemudian mandi ketiga di waktu sebelum shubuh. Bila rangkaian mandi tersebut
sudah teraksana maka dibolehkan juga berpuasa dan sebagaimana ibadah wajib
lainnya.
Pandangan Islam terhadap perempuan
tidak ada keraguan bahwa islam bersikap adil kepada perempuan dan
menempatkannya dalam kedudukann yang tidak tersesat dan tidak hina. Islam
memelihara hak secara penuh dan menjaganya dari pelecehan kehormatannya sert
kehilangan kehormatan. Islam telah memuliakannya, bahkan berlebih-lebihan dalam
memuliakannya, karena Islam mengetahui bahwa perempuan adalah dasar masyarakat
yang baik.
Fiqih wanita tidak hanya perlu
diketahui oleh perempuan saja. Meski seorang laki-laki tidak mengalaminya,
laki-laki juga sebaiknya mengetahuinya. Salah satunya agar para laki-laki nanti
juga dapat diajak berdiskusi mengenai permasalahan perempuan. Namun wanita juga
tidak boleh kalah dengan para lelaki. Karena wanita juga harus mempunyai bekal
untuk memahami permasalahan dirinya sendiri.
*Ditulis oleh sahabati Tri Mulya, Kader
PMII angkatan 2017
|
Salah satu kajian indah dan menarik
dari Islam adalah Wanita. Sejak zaman Nabi Adam as. sampai Muhammad Rasulullah
SAW, wanita selalu menempati bagian sejarah peradaban manusia. Pola tingkah
laku dan kehidupan wanita menjadi sorotan bagi islam hingga kasus hukum yang
cukup menarikuntuk diangkat pada tema-tema ilmiah dalam kitab fiqih.
Banyak sekali hukum-hukum seputar permasalahaan
wanita seperti darah haid, shalat, puasa, berhias, pergaulan sehari-hari, dan
lain-lain. Sebagaimana yang kita tahu, perubahan kondisi dalam permasalahan
wanita berdampak terhadap perubahan problem sosial di masyarakat. Hal tersebut
menambah kasus-kasus hukum kekinian yang mungkin tidak terjadi di zaman
Rasulullah SAW. Namun, bila dicermati
nilai kasusnya bisa jadi mengandung kesamaan. Pelaku, jenis, tempat, dan
waktunya saja yang berbeda.
Darah haid adalah salah satu dari kodrat
sebagai wanita, yang dimana setiap satu bulan sekali itu mengeluarkan darah.
Syariat islam tentang haid juga ada dalam Q.A. Al-Baqarah ayat 222 yang
menjelaskan haid itu adalah kotoran. Maka dari itu, tempat keluarnya darah
tersebut juga kotor. Adapun Alloh tidak menyukai sesuatu yang kotor dan tidak
suci.
Wanita muslimah yang mengalami proses
alami berupa haid, ketika itu ia sedang pada masa kotor (berhadas besar).
Secara hukum fiqih, orang yang berhadas tidak diizinkan melakukan aktivitas
yang berkaitan dengan ritual ibadah yang telah difardukan atau dicontohkan Nabi
SAW hingga benar-benar telah bersih dan bersuci. Kebersihan dari hadas adalah
syarat wajib melakukan ibadah.
Hukum
wanita haid membaca Al-Qur’an
Bolehkah wanita yang haid menyentuh dan
membaca mushaf Al-Qur’an? Dalam kasus ini, ada perbedaan pendapat di kalangan
para ulama. Salah satu pendapat Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsmani
menyatakan bolehnya menyentuh dan membaca Al-Qur’an secara menyeluruh. Memang,
secara umum, wanita haid dilarang beribadah. Akan tetapi, tidak ada dalil tegas
yang menyatakan menyentuh dan membaca Al-Qur’an itu dilarang.
Tawaf
bagi wanita haid
Apakah wanita yang mengalami haid boleh
melakukan tawaf? Sudah dimaklumi bahwa haid adalah wanita yang sedang berhadas.
Dengan demikian, dia dilarang untuk beribadah, termasuk tawaf. Para Ulama
sepakat bahwa tawaf adalah jenis ibadah yang disamakan dengan shalat, maka
pembatal shalat juga berlaku sebagai pembatal tawaf.
Jika seorang wanita melakukan ibadah
haji atau umrah, semua rukun ibadah haji dan umrah boleh dilaksanakan kecuali
tawaf (wajib ditinggalkan). Jika wanita haid melakukan tawaf dengan kesadaran
dan sengaja, ia wajib membayar denda berupa kifarat memotong hewan kurban atau
bersedekah dengan satu dinar kepada fakir miskin.
Wanita
Haid Masuk Masjid
Syaikh Khalid Muslih pernah ditanya
tentang hukum wanita haid masuk masjid, beliau menjawab bahwa wanita yang haid
boleh memasuki masjid selama bukan shalat, seperti untuk menghadiri majelis
ilmu, mendengarkan nasihat para guru, dan lain-lain. Semua perkara tersebut
diperbolehkan bagi wanita.Permasalah wanita tidak hanya tentang darah haid.
Masih banyak sekali pembahasan-pembahasan lainnya yang terkait dengan wanita
seperti nifas dan istihadhah.
Nifas
Nifas merupakan peristiwa keluarnya
darah dari kemaluan wanita diiringi keluarnya sebagian tubuh bayi hinggga hari
kesepuluh sejak melahirkan. Sedangkan darah yang keluar sebelum keluarnya tubuh
bayi dijatuhi hukum bukan nifas. Jika keluarnya tubuh bayi tidak sempurna,
ataupun masih sebagai janin yang keluar terlebih dahulu (keguguran) secara
medis, maka hal tersebut juga dikenakan hukum nifas. Namun bila secara medis
itu diketahui bukanlah janin maka hukumnya terlepas dari nifas.
Wanita yang sedang nifas juga dilarang
mengerjakan ibadah seperti sholat, puasa, ibadah haji dan membaca al-qr’an
seperti juga layaknya sedang haid. Nifas sendiri tidak memiliki batas kapan
pasti ia akan berhenti. Namun bila sesaat saja misal satu jam sudah berhenti, maka
sudah dikenakan wajib mandi besar sampai bersih dari sisa darah yang keluar
tersebut dan setelah itu kembali dikenakan wajib ibadah seperti biasa.Proses
keluarnya nifas memiliki beberapa fase yaitu:
Jika darah keluar pada saat kondisi
bayi belum sempurna maka darah ini disebut nifas meski keluarnya waktunya lebih
dari sepuluh hari.
Adanya darah setelah seluruh anggota
tubuh bayi keluar dan berhenti di hari kesepuluh dan wanita tersebut tidak
sedang jatuh siklus haid, maka darah tersebut juga dianggap nifas.
Jika darah keluar setelah fase normal
sepuluh hari dan dalam keadaan jatuh waktu siklus haid, maka darah tersebut
dijatuhi hukum setelah nifas yaitu istihadhah.
Istihadhah
Istihadhah merupakan keluarya darah
yang tak berkaitan dengan luka atau proses haid dan nifas. Pada umumnya
keluarnya darah istihadhah merupakan kebalikan dari haid, darah yang keluar
bewarna kuning dingin tanpa didahului tekanan nyeri. Meskipun demikian darah
yang keluar juga bisa bewarna hitam dan berasa panas juga disertai rasa nyeri
sesuai kondisi medis yang dialami.
Darah istihadhah yang keluar, tidak memiliki
batas waktu tertentu bisa bertrut-turut, bisa hanya tiga hari atau bahkan
sepluh hari lamanya. Ada beberapa kriteria jatuhnya hukum pada istihadhah,
diantaranya:
Sedikit,
jika darah yang keluar hanya sedikit
maka diwajibkan untuk mengganti pembalut dan membersihkan vaginanya saja,
setelah itu wudhu dan boleh melaksankan sholat dan ibadah wajib lainnya.
Sedang,
jika darah yang keluar dalam ukuran
sedang maka, cara mebersihkannya dengan mandi besar sebelum subuh dan setelah
itu boleh mengerjakan ibadah seperti
biasanya. Namun bila keluarya setelah waktu shubuh maka mandi tersebut
dilaksankan sebelum waktu sesudah shubuh (zuhur), dan begitupun setelahnnya
mengkuti ketentuan kapan keluarnya.
Banyak, jika darah yang keluar dalam konisi
banyak maka diwajibkan mandi besar seanyak tiga kali dalam waktu satu hari.
Satu kali mandi sebelum waktu dzuhur untuk shalat zuhur dan ashar. Mandi kedua
setelah ashar atau sebelum maghrib untuk waktu shalat maghrib dan isya.
Kemudian mandi ketiga di waktu sebelum shubuh. Bila rangkaian mandi tersebut
sudah teraksana maka dibolehkan juga berpuasa dan sebagaimana ibadah wajib
lainnya.
Pandangan Islam terhadap perempuan
tidak ada keraguan bahwa islam bersikap adil kepada perempuan dan
menempatkannya dalam kedudukann yang tidak tersesat dan tidak hina. Islam
memelihara hak secara penuh dan menjaganya dari pelecehan kehormatannya sert
kehilangan kehormatan. Islam telah memuliakannya, bahkan berlebih-lebihan dalam
memuliakannya, karena Islam mengetahui bahwa perempuan adalah dasar masyarakat
yang baik.
Fiqih wanita tidak hanya perlu
diketahui oleh perempuan saja. Meski seorang laki-laki tidak mengalaminya,
laki-laki juga sebaiknya mengetahuinya. Salah satunya agar para laki-laki nanti
juga dapat diajak berdiskusi mengenai permasalahan perempuan. Namun wanita juga
tidak boleh kalah dengan para lelaki. Karena wanita juga harus mempunyai bekal
untuk memahami permasalahan dirinya sendiri.
*Ditulis oleh sahabati Tri Mulya Ningsih, Kader
PMII angkatan 2018