Masalah Wanita dalam Fiqih

Salah satu kajian indah dan menarik dari Islam adalah Wanita. Sejak zaman Nabi Adam as. sampai Muhammad Rasulullah SAW, wanita selalu menempati bagian sejarah peradaban manusia. Pola tingkah laku dan kehidupan wanita menjadi sorotan bagi islam hingga kasus hukum yang cukup menarikuntuk diangkat pada tema-tema ilmiah dalam kitab fiqih.  Banyak sekali hukum-hukum seputar permasalahaan wanita seperti darah haid, shalat, puasa, berhias, pergaulan sehari-hari, dan lain-lain. Sebagaimana yang kita tahu, perubahan kondisi dalam permasalahan wanita berdampak terhadap perubahan problem sosial di masyarakat. Hal tersebut menambah kasus-kasus hukum kekinian yang mungkin tidak terjadi di zaman Rasulullah SAW.  Namun, bila dicermati nilai kasusnya bisa jadi mengandung kesamaan. Pelaku, jenis, tempat, dan waktunya saja yang berbeda. Darah haid adalah salah satu dari kodrat sebagai wanita, yang dimana setiap satu bulan sekali itu mengeluarkan darah. Syariat islam tentang haid juga ada dalam Q.A. Al-Baqarah ayat 222 yang menjelaskan haid itu adalah kotoran. Maka dari itu, tempat keluarnya darah tersebut juga kotor. Adapun Alloh tidak menyukai sesuatu yang kotor dan tidak suci.  Wanita muslimah yang mengalami proses alami berupa haid, ketika itu ia sedang pada masa kotor (berhadas besar). Secara hukum fiqih, orang yang berhadas tidak diizinkan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan ritual ibadah yang telah difardukan atau dicontohkan Nabi SAW hingga benar-benar telah bersih dan bersuci. Kebersihan dari hadas adalah syarat wajib melakukan ibadah. Hukum wanita haid membaca Al-Qur’an Bolehkah wanita yang haid menyentuh dan membaca mushaf Al-Qur’an? Dalam kasus ini, ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Salah satu pendapat Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsmani menyatakan bolehnya menyentuh dan membaca Al-Qur’an secara menyeluruh. Memang, secara umum, wanita haid dilarang beribadah. Akan tetapi, tidak ada dalil tegas yang menyatakan menyentuh dan membaca Al-Qur’an itu dilarang.   Tawaf bagi wanita haid Apakah wanita yang mengalami haid boleh melakukan tawaf? Sudah dimaklumi bahwa haid adalah wanita yang sedang berhadas. Dengan demikian, dia dilarang untuk beribadah, termasuk tawaf. Para Ulama sepakat bahwa tawaf adalah jenis ibadah yang disamakan dengan shalat, maka pembatal shalat juga berlaku sebagai pembatal tawaf.  Jika seorang wanita melakukan ibadah haji atau umrah, semua rukun ibadah haji dan umrah boleh dilaksanakan kecuali tawaf (wajib ditinggalkan). Jika wanita haid melakukan tawaf dengan kesadaran dan sengaja, ia wajib membayar denda berupa kifarat memotong hewan kurban atau bersedekah dengan satu dinar kepada fakir miskin. Wanita Haid Masuk Masjid Syaikh Khalid Muslih pernah ditanya tentang hukum wanita haid masuk masjid, beliau menjawab bahwa wanita yang haid boleh memasuki masjid selama bukan shalat, seperti untuk menghadiri majelis ilmu, mendengarkan nasihat para guru, dan lain-lain. Semua perkara tersebut diperbolehkan bagi wanita.Permasalah wanita tidak hanya tentang darah haid. Masih banyak sekali pembahasan-pembahasan lainnya yang terkait dengan wanita seperti nifas dan istihadhah. Nifas Nifas merupakan peristiwa keluarnya darah dari kemaluan wanita diiringi keluarnya sebagian tubuh bayi hinggga hari kesepuluh sejak melahirkan. Sedangkan darah yang keluar sebelum keluarnya tubuh bayi dijatuhi hukum bukan nifas. Jika keluarnya tubuh bayi tidak sempurna, ataupun masih sebagai janin yang keluar terlebih dahulu (keguguran) secara medis, maka hal tersebut juga dikenakan hukum nifas. Namun bila secara medis itu diketahui bukanlah janin maka hukumnya terlepas dari nifas. Wanita yang sedang nifas juga dilarang mengerjakan ibadah seperti sholat, puasa, ibadah haji dan membaca al-qr’an seperti juga layaknya sedang haid. Nifas sendiri tidak memiliki batas kapan pasti ia akan berhenti. Namun bila sesaat saja misal satu jam sudah berhenti, maka sudah dikenakan wajib mandi besar sampai bersih dari sisa darah yang keluar tersebut dan setelah itu kembali dikenakan wajib ibadah seperti biasa.Proses keluarnya nifas memiliki beberapa fase yaitu: Jika darah keluar pada saat kondisi bayi belum sempurna maka darah ini disebut nifas meski keluarnya waktunya lebih dari sepuluh hari. Adanya darah setelah seluruh anggota tubuh bayi keluar dan berhenti di hari kesepuluh dan wanita tersebut tidak sedang jatuh siklus haid, maka darah tersebut juga dianggap nifas. Jika darah keluar setelah fase normal sepuluh hari dan dalam keadaan jatuh waktu siklus haid, maka darah tersebut dijatuhi hukum setelah nifas yaitu istihadhah.  Istihadhah Istihadhah merupakan keluarya darah yang tak berkaitan dengan luka atau proses haid dan nifas. Pada umumnya keluarnya darah istihadhah merupakan kebalikan dari haid, darah yang keluar bewarna kuning dingin tanpa didahului tekanan nyeri. Meskipun demikian darah yang keluar juga bisa bewarna hitam dan berasa panas juga disertai rasa nyeri sesuai kondisi medis yang dialami. Darah istihadhah yang keluar, tidak memiliki batas waktu tertentu bisa bertrut-turut, bisa hanya tiga hari atau bahkan sepluh hari lamanya. Ada beberapa kriteria jatuhnya hukum pada istihadhah, diantaranya: Sedikit, jika darah yang keluar hanya sedikit maka diwajibkan untuk mengganti pembalut dan membersihkan vaginanya saja, setelah itu wudhu dan boleh melaksankan sholat dan ibadah wajib lainnya. Sedang, jika darah yang keluar dalam ukuran sedang maka, cara mebersihkannya dengan mandi besar sebelum subuh dan setelah itu boleh mengerjakan ibadah seperti  biasanya. Namun bila keluarya setelah waktu shubuh maka mandi tersebut dilaksankan sebelum waktu sesudah shubuh (zuhur), dan begitupun setelahnnya mengkuti ketentuan kapan keluarnya. Banyak, jika darah yang keluar dalam konisi banyak maka diwajibkan mandi besar seanyak tiga kali dalam waktu satu hari. Satu kali mandi sebelum waktu dzuhur untuk shalat zuhur dan ashar. Mandi kedua setelah ashar atau sebelum maghrib untuk waktu shalat maghrib dan isya. Kemudian mandi ketiga di waktu sebelum shubuh. Bila rangkaian mandi tersebut sudah teraksana maka dibolehkan juga berpuasa dan sebagaimana ibadah wajib lainnya.  Pandangan Islam terhadap perempuan tidak ada keraguan bahwa islam bersikap adil kepada perempuan dan menempatkannya dalam kedudukann yang tidak tersesat dan tidak hina. Islam memelihara hak secara penuh dan menjaganya dari pelecehan kehormatannya sert kehilangan kehormatan. Islam telah memuliakannya, bahkan berlebih-lebihan dalam memuliakannya, karena Islam mengetahui bahwa perempuan adalah dasar masyarakat yang baik.  Fiqih wanita tidak hanya perlu diketahui oleh perempuan saja. Meski seorang laki-laki tidak mengalaminya, laki-laki juga sebaiknya mengetahuinya. Salah satunya agar para laki-laki nanti juga dapat diajak berdiskusi mengenai permasalahan perempuan. Namun wanita juga tidak boleh kalah dengan para lelaki. Karena wanita juga harus mempunyai bekal untuk memahami permasalahan dirinya sendiri.

Salah satu kajian indah dan menarik dari Islam adalah Wanita. Sejak zaman Nabi Adam as. sampai Muhammad Rasulullah SAW, wanita selalu menempati bagian sejarah peradaban manusia. Pola tingkah laku dan kehidupan wanita menjadi sorotan bagi islam hingga kasus hukum yang cukup menarikuntuk diangkat pada tema-tema ilmiah dalam kitab fiqih.
Banyak sekali hukum-hukum seputar permasalahaan wanita seperti darah haid, shalat, puasa, berhias, pergaulan sehari-hari, dan lain-lain. Sebagaimana yang kita tahu, perubahan kondisi dalam permasalahan wanita berdampak terhadap perubahan problem sosial di masyarakat. Hal tersebut menambah kasus-kasus hukum kekinian yang mungkin tidak terjadi di zaman Rasulullah SAW.  Namun, bila dicermati nilai kasusnya bisa jadi mengandung kesamaan. Pelaku, jenis, tempat, dan waktunya saja yang berbeda.
Darah haid adalah salah satu dari kodrat sebagai wanita, yang dimana setiap satu bulan sekali itu mengeluarkan darah. Syariat islam tentang haid juga ada dalam Q.A. Al-Baqarah ayat 222 yang menjelaskan haid itu adalah kotoran. Maka dari itu, tempat keluarnya darah tersebut juga kotor. Adapun Alloh tidak menyukai sesuatu yang kotor dan tidak suci.
Wanita muslimah yang mengalami proses alami berupa haid, ketika itu ia sedang pada masa kotor (berhadas besar). Secara hukum fiqih, orang yang berhadas tidak diizinkan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan ritual ibadah yang telah difardukan atau dicontohkan Nabi SAW hingga benar-benar telah bersih dan bersuci. Kebersihan dari hadas adalah syarat wajib melakukan ibadah.
Hukum wanita haid membaca Al-Qur’an
Bolehkah wanita yang haid menyentuh dan membaca mushaf Al-Qur’an? Dalam kasus ini, ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Salah satu pendapat Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsmani menyatakan bolehnya menyentuh dan membaca Al-Qur’an secara menyeluruh. Memang, secara umum, wanita haid dilarang beribadah. Akan tetapi, tidak ada dalil tegas yang menyatakan menyentuh dan membaca Al-Qur’an itu dilarang.


Tawaf bagi wanita haid
Apakah wanita yang mengalami haid boleh melakukan tawaf? Sudah dimaklumi bahwa haid adalah wanita yang sedang berhadas. Dengan demikian, dia dilarang untuk beribadah, termasuk tawaf. Para Ulama sepakat bahwa tawaf adalah jenis ibadah yang disamakan dengan shalat, maka pembatal shalat juga berlaku sebagai pembatal tawaf.
Jika seorang wanita melakukan ibadah haji atau umrah, semua rukun ibadah haji dan umrah boleh dilaksanakan kecuali tawaf (wajib ditinggalkan). Jika wanita haid melakukan tawaf dengan kesadaran dan sengaja, ia wajib membayar denda berupa kifarat memotong hewan kurban atau bersedekah dengan satu dinar kepada fakir miskin.
Wanita Haid Masuk Masjid
Syaikh Khalid Muslih pernah ditanya tentang hukum wanita haid masuk masjid, beliau menjawab bahwa wanita yang haid boleh memasuki masjid selama bukan shalat, seperti untuk menghadiri majelis ilmu, mendengarkan nasihat para guru, dan lain-lain. Semua perkara tersebut diperbolehkan bagi wanita.Permasalah wanita tidak hanya tentang darah haid. Masih banyak sekali pembahasan-pembahasan lainnya yang terkait dengan wanita seperti nifas dan istihadhah.
Nifas
Nifas merupakan peristiwa keluarnya darah dari kemaluan wanita diiringi keluarnya sebagian tubuh bayi hinggga hari kesepuluh sejak melahirkan. Sedangkan darah yang keluar sebelum keluarnya tubuh bayi dijatuhi hukum bukan nifas. Jika keluarnya tubuh bayi tidak sempurna, ataupun masih sebagai janin yang keluar terlebih dahulu (keguguran) secara medis, maka hal tersebut juga dikenakan hukum nifas. Namun bila secara medis itu diketahui bukanlah janin maka hukumnya terlepas dari nifas.
Wanita yang sedang nifas juga dilarang mengerjakan ibadah seperti sholat, puasa, ibadah haji dan membaca al-qr’an seperti juga layaknya sedang haid. Nifas sendiri tidak memiliki batas kapan pasti ia akan berhenti. Namun bila sesaat saja misal satu jam sudah berhenti, maka sudah dikenakan wajib mandi besar sampai bersih dari sisa darah yang keluar tersebut dan setelah itu kembali dikenakan wajib ibadah seperti biasa.Proses keluarnya nifas memiliki beberapa fase yaitu:
Jika darah keluar pada saat kondisi bayi belum sempurna maka darah ini disebut nifas meski keluarnya waktunya lebih dari sepuluh hari.
Adanya darah setelah seluruh anggota tubuh bayi keluar dan berhenti di hari kesepuluh dan wanita tersebut tidak sedang jatuh siklus haid, maka darah tersebut juga dianggap nifas.
Jika darah keluar setelah fase normal sepuluh hari dan dalam keadaan jatuh waktu siklus haid, maka darah tersebut dijatuhi hukum setelah nifas yaitu istihadhah.

Istihadhah
Istihadhah merupakan keluarya darah yang tak berkaitan dengan luka atau proses haid dan nifas. Pada umumnya keluarnya darah istihadhah merupakan kebalikan dari haid, darah yang keluar bewarna kuning dingin tanpa didahului tekanan nyeri. Meskipun demikian darah yang keluar juga bisa bewarna hitam dan berasa panas juga disertai rasa nyeri sesuai kondisi medis yang dialami.
Darah istihadhah yang keluar, tidak memiliki batas waktu tertentu bisa bertrut-turut, bisa hanya tiga hari atau bahkan sepluh hari lamanya. Ada beberapa kriteria jatuhnya hukum pada istihadhah, diantaranya:
Sedikit, jika darah yang keluar hanya sedikit maka diwajibkan untuk mengganti pembalut dan membersihkan vaginanya saja, setelah itu wudhu dan boleh melaksankan sholat dan ibadah wajib lainnya.
Sedang, jika darah yang keluar dalam ukuran sedang maka, cara mebersihkannya dengan mandi besar sebelum subuh dan setelah itu boleh mengerjakan ibadah seperti  biasanya. Namun bila keluarya setelah waktu shubuh maka mandi tersebut dilaksankan sebelum waktu sesudah shubuh (zuhur), dan begitupun setelahnnya mengkuti ketentuan kapan keluarnya.
Banyak, jika darah yang keluar dalam konisi banyak maka diwajibkan mandi besar seanyak tiga kali dalam waktu satu hari. Satu kali mandi sebelum waktu dzuhur untuk shalat zuhur dan ashar. Mandi kedua setelah ashar atau sebelum maghrib untuk waktu shalat maghrib dan isya. Kemudian mandi ketiga di waktu sebelum shubuh. Bila rangkaian mandi tersebut sudah teraksana maka dibolehkan juga berpuasa dan sebagaimana ibadah wajib lainnya.

Pandangan Islam terhadap perempuan tidak ada keraguan bahwa islam bersikap adil kepada perempuan dan menempatkannya dalam kedudukann yang tidak tersesat dan tidak hina. Islam memelihara hak secara penuh dan menjaganya dari pelecehan kehormatannya sert kehilangan kehormatan. Islam telah memuliakannya, bahkan berlebih-lebihan dalam memuliakannya, karena Islam mengetahui bahwa perempuan adalah dasar masyarakat yang baik.
Fiqih wanita tidak hanya perlu diketahui oleh perempuan saja. Meski seorang laki-laki tidak mengalaminya, laki-laki juga sebaiknya mengetahuinya. Salah satunya agar para laki-laki nanti juga dapat diajak berdiskusi mengenai permasalahan perempuan. Namun wanita juga tidak boleh kalah dengan para lelaki. Karena wanita juga harus mempunyai bekal untuk memahami permasalahan dirinya sendiri.

*Ditulis oleh sahabati Tri Mulya, Kader PMII  angkatan 2017
Salah satu kajian indah dan menarik dari Islam adalah Wanita. Sejak zaman Nabi Adam as. sampai Muhammad Rasulullah SAW, wanita selalu menempati bagian sejarah peradaban manusia. Pola tingkah laku dan kehidupan wanita menjadi sorotan bagi islam hingga kasus hukum yang cukup menarikuntuk diangkat pada tema-tema ilmiah dalam kitab fiqih.
Banyak sekali hukum-hukum seputar permasalahaan wanita seperti darah haid, shalat, puasa, berhias, pergaulan sehari-hari, dan lain-lain. Sebagaimana yang kita tahu, perubahan kondisi dalam permasalahan wanita berdampak terhadap perubahan problem sosial di masyarakat. Hal tersebut menambah kasus-kasus hukum kekinian yang mungkin tidak terjadi di zaman Rasulullah SAW.  Namun, bila dicermati nilai kasusnya bisa jadi mengandung kesamaan. Pelaku, jenis, tempat, dan waktunya saja yang berbeda.
Darah haid adalah salah satu dari kodrat sebagai wanita, yang dimana setiap satu bulan sekali itu mengeluarkan darah. Syariat islam tentang haid juga ada dalam Q.A. Al-Baqarah ayat 222 yang menjelaskan haid itu adalah kotoran. Maka dari itu, tempat keluarnya darah tersebut juga kotor. Adapun Alloh tidak menyukai sesuatu yang kotor dan tidak suci.
Wanita muslimah yang mengalami proses alami berupa haid, ketika itu ia sedang pada masa kotor (berhadas besar). Secara hukum fiqih, orang yang berhadas tidak diizinkan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan ritual ibadah yang telah difardukan atau dicontohkan Nabi SAW hingga benar-benar telah bersih dan bersuci. Kebersihan dari hadas adalah syarat wajib melakukan ibadah.
Hukum wanita haid membaca Al-Qur’an
Bolehkah wanita yang haid menyentuh dan membaca mushaf Al-Qur’an? Dalam kasus ini, ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Salah satu pendapat Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsmani menyatakan bolehnya menyentuh dan membaca Al-Qur’an secara menyeluruh. Memang, secara umum, wanita haid dilarang beribadah. Akan tetapi, tidak ada dalil tegas yang menyatakan menyentuh dan membaca Al-Qur’an itu dilarang.


Tawaf bagi wanita haid
Apakah wanita yang mengalami haid boleh melakukan tawaf? Sudah dimaklumi bahwa haid adalah wanita yang sedang berhadas. Dengan demikian, dia dilarang untuk beribadah, termasuk tawaf. Para Ulama sepakat bahwa tawaf adalah jenis ibadah yang disamakan dengan shalat, maka pembatal shalat juga berlaku sebagai pembatal tawaf.
Jika seorang wanita melakukan ibadah haji atau umrah, semua rukun ibadah haji dan umrah boleh dilaksanakan kecuali tawaf (wajib ditinggalkan). Jika wanita haid melakukan tawaf dengan kesadaran dan sengaja, ia wajib membayar denda berupa kifarat memotong hewan kurban atau bersedekah dengan satu dinar kepada fakir miskin.
Wanita Haid Masuk Masjid
Syaikh Khalid Muslih pernah ditanya tentang hukum wanita haid masuk masjid, beliau menjawab bahwa wanita yang haid boleh memasuki masjid selama bukan shalat, seperti untuk menghadiri majelis ilmu, mendengarkan nasihat para guru, dan lain-lain. Semua perkara tersebut diperbolehkan bagi wanita.Permasalah wanita tidak hanya tentang darah haid. Masih banyak sekali pembahasan-pembahasan lainnya yang terkait dengan wanita seperti nifas dan istihadhah.
Nifas
Nifas merupakan peristiwa keluarnya darah dari kemaluan wanita diiringi keluarnya sebagian tubuh bayi hinggga hari kesepuluh sejak melahirkan. Sedangkan darah yang keluar sebelum keluarnya tubuh bayi dijatuhi hukum bukan nifas. Jika keluarnya tubuh bayi tidak sempurna, ataupun masih sebagai janin yang keluar terlebih dahulu (keguguran) secara medis, maka hal tersebut juga dikenakan hukum nifas. Namun bila secara medis itu diketahui bukanlah janin maka hukumnya terlepas dari nifas.
Wanita yang sedang nifas juga dilarang mengerjakan ibadah seperti sholat, puasa, ibadah haji dan membaca al-qr’an seperti juga layaknya sedang haid. Nifas sendiri tidak memiliki batas kapan pasti ia akan berhenti. Namun bila sesaat saja misal satu jam sudah berhenti, maka sudah dikenakan wajib mandi besar sampai bersih dari sisa darah yang keluar tersebut dan setelah itu kembali dikenakan wajib ibadah seperti biasa.Proses keluarnya nifas memiliki beberapa fase yaitu:
Jika darah keluar pada saat kondisi bayi belum sempurna maka darah ini disebut nifas meski keluarnya waktunya lebih dari sepuluh hari.
Adanya darah setelah seluruh anggota tubuh bayi keluar dan berhenti di hari kesepuluh dan wanita tersebut tidak sedang jatuh siklus haid, maka darah tersebut juga dianggap nifas.
Jika darah keluar setelah fase normal sepuluh hari dan dalam keadaan jatuh waktu siklus haid, maka darah tersebut dijatuhi hukum setelah nifas yaitu istihadhah.

Istihadhah
Istihadhah merupakan keluarya darah yang tak berkaitan dengan luka atau proses haid dan nifas. Pada umumnya keluarnya darah istihadhah merupakan kebalikan dari haid, darah yang keluar bewarna kuning dingin tanpa didahului tekanan nyeri. Meskipun demikian darah yang keluar juga bisa bewarna hitam dan berasa panas juga disertai rasa nyeri sesuai kondisi medis yang dialami.
Darah istihadhah yang keluar, tidak memiliki batas waktu tertentu bisa bertrut-turut, bisa hanya tiga hari atau bahkan sepluh hari lamanya. Ada beberapa kriteria jatuhnya hukum pada istihadhah, diantaranya:
Sedikit, jika darah yang keluar hanya sedikit maka diwajibkan untuk mengganti pembalut dan membersihkan vaginanya saja, setelah itu wudhu dan boleh melaksankan sholat dan ibadah wajib lainnya.
Sedang, jika darah yang keluar dalam ukuran sedang maka, cara mebersihkannya dengan mandi besar sebelum subuh dan setelah itu boleh mengerjakan ibadah seperti  biasanya. Namun bila keluarya setelah waktu shubuh maka mandi tersebut dilaksankan sebelum waktu sesudah shubuh (zuhur), dan begitupun setelahnnya mengkuti ketentuan kapan keluarnya.
Banyak, jika darah yang keluar dalam konisi banyak maka diwajibkan mandi besar seanyak tiga kali dalam waktu satu hari. Satu kali mandi sebelum waktu dzuhur untuk shalat zuhur dan ashar. Mandi kedua setelah ashar atau sebelum maghrib untuk waktu shalat maghrib dan isya. Kemudian mandi ketiga di waktu sebelum shubuh. Bila rangkaian mandi tersebut sudah teraksana maka dibolehkan juga berpuasa dan sebagaimana ibadah wajib lainnya.

Pandangan Islam terhadap perempuan tidak ada keraguan bahwa islam bersikap adil kepada perempuan dan menempatkannya dalam kedudukann yang tidak tersesat dan tidak hina. Islam memelihara hak secara penuh dan menjaganya dari pelecehan kehormatannya sert kehilangan kehormatan. Islam telah memuliakannya, bahkan berlebih-lebihan dalam memuliakannya, karena Islam mengetahui bahwa perempuan adalah dasar masyarakat yang baik.
Fiqih wanita tidak hanya perlu diketahui oleh perempuan saja. Meski seorang laki-laki tidak mengalaminya, laki-laki juga sebaiknya mengetahuinya. Salah satunya agar para laki-laki nanti juga dapat diajak berdiskusi mengenai permasalahan perempuan. Namun wanita juga tidak boleh kalah dengan para lelaki. Karena wanita juga harus mempunyai bekal untuk memahami permasalahan dirinya sendiri.

*Ditulis oleh sahabati Tri Mulya Ningsih, Kader PMII  angkatan 2018

Post a Comment

sahabat PMII wajib berkomentar untuk menunjang diskusi di dalam blogger

Lebih baru Lebih lama