Dia terhenyak dari tidur lelapnya. Terbangun dari alam bawah sadarnya. Sembari duduk ia mencoba merekam kembali “ada” nya dalam mimpi singkat barusan. Ya. Mimpi itu tampak nyata.
“Bagaimana perjalananmu kisanak” Tanya seorang tua berjenggot tebal dengan kemeja panjang tak terurus di depannya.
“Apa maksudmu pak tua ?” ia memastikan.
“Kau tidak sedang atau berlagak tuli kan kisanak ?” tandas pak tua lagi.
Dia terdiam mengira-ngira maksud dari omongan pak tua itu.
“Takdir perjalanan hidupmu selama ini tak seindah lorong sempit yang kau bayangkan kisanak” sambung pak tua.
“Maaf pak tua, sebenarnya siapa engkau dan apa maksud perkataanmu sedari awal ?” desaknya.
“Kau tak perlu tahu siapa aku, yang perlu kau tau dan bahkan kau ingat adalah semua perkataan yang keluar dari mulut ku kisanak” pak tua menanggapi.
Sombong sekali orang tua satu ini pikirnya.
“Apa yang membuat ku harus tau dan bahkan mengingat kata-katamu pak tua ?”.
“Kehidupan kelam mu kisanak”.
“Tak usah mengada-ada pak tua”.
“Keakuan ku adalah kau, keakuan mu adalah aku”.
Semakin tidak mengerti dia dibuat oleh perkataan pak tua.
“Wahai kisanak yang lalai, segera perbaiki hidupmu”
“Tunggu pak tua, jangan sok mengerti aku seolah kau telah hidup bersamaku ribuan tahun”
“Faktanya begitu kisanak”.
“Omong kosong”.
“Diam kisanak! Jangan banyak bicara!” nada hentakan itu keluar dari mulut pak tua yang terlihat amat bijaksana.
Entah mengapa, ada getar ketakutan dalam tubuhnya setelah mendapat hentakan pak tua itu.
“ Satu yang perlu kau tahu kisanak” pak tua mulai bicara lagi.
Dia masih terdiam dalam ketakutannya yang bercampur kebingungan.
“Hidupmu tak tergantung oleh apa yang kau dengungkan. Tidak pula tergantung oleh apa yang kau rencanakan. Hidupmu murni tergantung oleh apa yang kau lakukan dan kau kerjakan”.
Ingin ia menjawab perkataan pak tua barusan, namun pak tua kembali meneruskan perkataannya.
“Dunia ini terlalu keras untuk kau dengungkan kisanak. Tuhan menciptakanmu tidak untuk tunduk kepada dunia ini. Permainkan dunia ini, atau kau yang akan dipermainkan olehnya.Tidaklah mengapa kau memburu atau bahkan patuh kepada dunia ini. Namun kepastian yang sangat pasti adalah kefanaan dunia ini tak kan hilang meskipun kau inovasi sedemikian rupa dengan cara dan kepintaran akalmu”.
Suara pak tua tak terdengar beberapa saat lamanya. Kisanak tak berani mengeluarkan kata sepatah pun ditengah keheningan itu. Ia menunduk mencoba mendengar dan memahami kata yang keluar dari mulut pak tua.
Setelah beberapa saat terdiam, pak tua kembali angkat bicara. Namun kali ini terdengar parau dan lemah “Dekati Tuhanmu kisanak, minta dia agar selalu membimbing kesesatanmu yang terlampau jauh ini” suara pak tua semakin mengecil dan hilang ditengah keheningan itu.
Kisanak bangun dari sikap tunduknya lalu menengadah mencoba melihat pak tua, namun yang dilihatnya hanya kebulan asap tipis dari sisa asap rokoknya.
Pak tua hilang meninggalkan kebingungan dalam benaknya.
*Ditulis oleh Nanang Bz
“Bagaimana perjalananmu kisanak” Tanya seorang tua berjenggot tebal dengan kemeja panjang tak terurus di depannya.
“Apa maksudmu pak tua ?” ia memastikan.
“Kau tidak sedang atau berlagak tuli kan kisanak ?” tandas pak tua lagi.
Dia terdiam mengira-ngira maksud dari omongan pak tua itu.
“Takdir perjalanan hidupmu selama ini tak seindah lorong sempit yang kau bayangkan kisanak” sambung pak tua.
“Maaf pak tua, sebenarnya siapa engkau dan apa maksud perkataanmu sedari awal ?” desaknya.
“Kau tak perlu tahu siapa aku, yang perlu kau tau dan bahkan kau ingat adalah semua perkataan yang keluar dari mulut ku kisanak” pak tua menanggapi.
Sombong sekali orang tua satu ini pikirnya.
“Apa yang membuat ku harus tau dan bahkan mengingat kata-katamu pak tua ?”.
“Kehidupan kelam mu kisanak”.
“Tak usah mengada-ada pak tua”.
“Keakuan ku adalah kau, keakuan mu adalah aku”.
Semakin tidak mengerti dia dibuat oleh perkataan pak tua.
“Wahai kisanak yang lalai, segera perbaiki hidupmu”
“Tunggu pak tua, jangan sok mengerti aku seolah kau telah hidup bersamaku ribuan tahun”
“Faktanya begitu kisanak”.
“Omong kosong”.
“Diam kisanak! Jangan banyak bicara!” nada hentakan itu keluar dari mulut pak tua yang terlihat amat bijaksana.
Entah mengapa, ada getar ketakutan dalam tubuhnya setelah mendapat hentakan pak tua itu.
“ Satu yang perlu kau tahu kisanak” pak tua mulai bicara lagi.
Dia masih terdiam dalam ketakutannya yang bercampur kebingungan.
“Hidupmu tak tergantung oleh apa yang kau dengungkan. Tidak pula tergantung oleh apa yang kau rencanakan. Hidupmu murni tergantung oleh apa yang kau lakukan dan kau kerjakan”.
Ingin ia menjawab perkataan pak tua barusan, namun pak tua kembali meneruskan perkataannya.
“Dunia ini terlalu keras untuk kau dengungkan kisanak. Tuhan menciptakanmu tidak untuk tunduk kepada dunia ini. Permainkan dunia ini, atau kau yang akan dipermainkan olehnya.Tidaklah mengapa kau memburu atau bahkan patuh kepada dunia ini. Namun kepastian yang sangat pasti adalah kefanaan dunia ini tak kan hilang meskipun kau inovasi sedemikian rupa dengan cara dan kepintaran akalmu”.
Suara pak tua tak terdengar beberapa saat lamanya. Kisanak tak berani mengeluarkan kata sepatah pun ditengah keheningan itu. Ia menunduk mencoba mendengar dan memahami kata yang keluar dari mulut pak tua.
Setelah beberapa saat terdiam, pak tua kembali angkat bicara. Namun kali ini terdengar parau dan lemah “Dekati Tuhanmu kisanak, minta dia agar selalu membimbing kesesatanmu yang terlampau jauh ini” suara pak tua semakin mengecil dan hilang ditengah keheningan itu.
Kisanak bangun dari sikap tunduknya lalu menengadah mencoba melihat pak tua, namun yang dilihatnya hanya kebulan asap tipis dari sisa asap rokoknya.
Pak tua hilang meninggalkan kebingungan dalam benaknya.
*Ditulis oleh Nanang Bz