dok;serambiminang.com |
Globalisasi merupakan fenomena semakin terhubungnya antar-negara dan antar-individu di dunia, baik melalui hubungan ekonomi, politik, maupun sosial. Berkat kemajuan teknologi, semua hal semakin mudah dijangkau sehingga batas antarnegara menjadi kabur. Hal ini terjadi dalam berbagai sektor di kehidupan manusia.
Penyesuaian dalam segala sektor pun harus segera digalakkan, agar tak tertinggal dalam peradaban. Menilik dunia keperempuanan, saat ini pemikiran bahwa seorang perempuan hanya mengurus 3M (manak, masak, macak) harus mulai ditinggalkan, dimulai oleh gerakan emansipasi yang dipelopori oleh Ibu Kartini.
Secara global kesetaraan gender di Indonesia mulai diperjuangkan oleh R.A Kartini yang lahir di Jepara 21 April 1879. Kita semua tahu bagaimana beliau memperjuangkan hak kesetaraan dengan mendirikan sekolah wanita dan berbagai perjuangan lainnya.
Perihal kesetaraan kini sudah lebih membumi di Indonesia. Kemajuan teknologi dan modernisasi telah merubah sebagian nilai-nilai sosial termasuk konsep jatidiri wanita dan peranannya dalam masyarakat.
Begitupun yang dihadapi perempuan saat ini, perempuan yang berada dalam tingkat ekonomi dan sosial tinggi lebih mampu meraih keuntungan dari globalisasi. Misalnya, mereka mampu berbisnis online dengan pendapatan yang sangat besar.
Namun, bagi perempuan yang berada di tingkat ekonomi dan sosial yang lemah, globalisasi justru semakin memarjinalkan dan memiskinkan mereka. Kaum perempuan ekonomi lemah umumnya bekerja di sektor pelayanan fisik (rumah tangga, restoran, pabrik) dengan beban kerja yang berat, kondisi pekerjaan yang tidak manusiawi, dan upah yang tidak sepadan.
Meskipun perempuan telah memberikan kontribusi yang signifikan dalam pembangunan, namun peran perempuan belum sebanding dengan jumlah penduduk perempuan yang ada. Saat ini berbagai masalah masih mengganggu keberadaan perempuan dalam masyarakat.
Perempuan dalam Kitab Suci
Keberadaan tolok ukur keberhasilan perempuan dari negara, jika seorang wanita menjadi baik, maka negara akan maju, sebaliknya jika dia tidak bertindak dengan baik maka negara akan hancur. Seperti apa yang kita ketahui dalam beberapa agama berpendapat tentang perempuan dan laki-laki,diantaranya;
Dalam alkitab Kejadian (1:27) "Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka" disini berarti bahwa Allah menciptakan manusia baik perempuan dan laki-laki dengan derajat yang sama dan menurut gambar Allah, disamping itu juga menekankan bahwa manusia itu sama hakekat dengan Sang Pencipta.
Surat al-Hujurat ayat 13, “Wahai manusia!sungguh, kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh yang paling mulia diantara kamu disisi Allah SWT adalah yang paling bertaqwa. Sungguh , Allah SWT Maha Mengetahui, Maha Teliti”.
Ayat ini dengan jelas, menjelaskan bahwa antara satu manusia dengan manusia yang lain tidak ada pembeda diantara mereka, bahkan antara laki-laki dengan perempuan.
Jika dihubungkan, surat al-Hujarat ayat 13 dengan pembahasan gender ada kesamaan konteks tentang tidak adanya perbedaan antara manusia satu dengan yang lain. Dan manusia itu sendiri terbatas pada laki-laki dan perempuan.
Dapat dikatakan gender sudah ada sejak zaman Rasulullah. Buktinya dengan tokoh perempuan pada masa Rasul turut andil menyebarkan agama Islam. Contoh Aisyah yang menjadi periwayat hadits yang terpercaya.
Gender tidak muncul begitu saja, akan tetapi gender berkembang dengan konstruksi sosial yang ada dalam masyarakat. Dengan tingkat dan pemahaman yang berbeda, dari karakteristik, sifat, terutama adat kebiasaan.
Dari pemaparan diatas dapat dipahami bahwa dalam Kitab sumber utama terbukti dapat menyesuaikan zaman. Dapat dikatakan semua yang terjadi sudah terekam dalam Kitab. Hanya dibutuhkan pemahaman yang mendalam agar pengetahuan dari Kitab-kitab bisa terungkap semuanya.
(Ditulis oleh sahabati Faiza Norjisatul Mustafida, Bendahara Umum PR PMII Ushuluddin)