Berbicara soal organisasi tidak mungkin lepas dari perihal
komunikasi. Baik itu secara vertikal ataupun horizontal. Menjadi hal yang
paling krusial ketika masalah komunikasi terabaikan atau sengaja diabaikan.
Komunikasi merupakan nafas dari sebuah organisasi, dengan kata lain menjadi
penentu keberlangsungan sebuah organisasi. Perihal komunikasi perlu perhatian
lebih banyak untuk memulai sesuatu yang lebih besar.
Sejak dilantik bulan Juli lalu, komunikais masih menjadi
kerikil yang tidak disadari oleh pengurus masa khidmat 2018-2019. Menurut
Chester Barnard, organisasi hanya dapat berlangsung melalui kerjasama
antarmanusia, dan bahwa kerjasama adalah sarana di mana kemampuan individu
dipadukan guna mencapai tujuan bersama atau tujuan yang lebih tinggi.
Ada dua hal yang perlu digaris bawahi dalam penjelasan
Chester. Kerja sama dan tujuan bersama. Seperti yang Kita ketahui bersama
tujuan dari PMII tertuang dalam AD/ART pasal 4 “Terbentuknya pribadi muslim
Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan
bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya dan komitmen memperjuangkan
cita-cita kemerdekaan Indonesia”. Kerja sama dan tujuan bersama erat kaitannya.
Tujuan bersama dapat tercapai ketika Kerja sama dapat terakit. Dalam hal ini komunikasi
berperan.
Kepengurusan rayon Ushuluddin terdapat badan pengurus harian
(BPH) dengan enam biro; pengkaderan, kajian dan wacana, studi advokasi dan
gender, luar negeri, rumah tangga, serta media dan kepenulisan. Kinerja
pengurus antar biro sangat berkaitan. Perlu sekali kerja sama di antara mereka.
Di sinilah komunikasi secara horizontal diperlukan. komunikasi secara mendatar
antar biro dalam suatu organisasi.
Tujuan dari komunikais horizontal bukan hanya menginformasikan namun juga meminta dukungan
dan mengkoordinasikan aktivitas. Selain itu dapat memudahkan koordinasi
sehingga dapat mempercepat eksekusi. Adanya dialog, baik internal biro maupun
antar biro dapat menghindari kesalahpahaman. Bukan hanya antar biro, namun juga
internal biro itu sendiri. Koordinator
merasa mampu jalan sendiri bak kereta tanpa gerbong. Anggota yang tidak perlu merasa tak berguna
ketika tidak mendapat ajakan dari koordinator. Perlu kesadaran antara keduanya.
Jika memang sudah sejak awal menyatakan kesanggupan untuk mlaku bareng, maka
tak perlu rasanya kita merasa demikian.
Sama halnya dengan komunikasi horizontal, komunikasi
vertikal juga tak kalah penting. Robinson menjelaskan bahwa komunikasi vertikal
adalah komunikasi yang mengalir dari satu tingkat dalam suatu organisasi/kelompok
ke suatu tingkat yang lebih tinggi atau tingkat yang lebih rendah secara timbal
balik. Dalam hal ini penulis menyoroti komunikasi pengurus dengan pengurus
sebelumnya. Pernah mendapat keluhan dari salah satu sahabat senior, terkait
cara pengurus nembung kepada seniornya yang masih mengandalkan selembar kertas
untuk pemberitahuan acara. Cara demikian dirasa kurang sopan dan menyepelekan.
Lalu sebenarnya apa penyebab dari komunikasi yang buruk?
Sibuk dengan organisasi lain
Tidak menafikan adanya pengurus yang memiliki peran dalam
organisasi lain. Hal ini memungkinkan anggota rayon lebih fokus dalam
organisasi lain. Masih menutup diri dari kritikan orang lain
Sudah menjadi hal yang biasa mendapat teguran dari orang
lain, baik itu sahabat senior maupun sesama pengurus. Namun yang menjadi
permasalahan adalah jika mendapat teguran tapi menjadikan dirinya baper. Merasa
buruk dan bahkan tidak ingin berproses lagi di rayon.
Grup Wa yang kurang efisien
Grup sejatinya dibuat dengan tujuan agar dalam hal
komunikasi lebih efisien. Idealnya menjadi wadah komunikasi antar pengurus
dalam koordinasi kinerja rayon. Faktanya, masih ditemui pengurus yang
mengabaikan chat grup. Yang lebih miris adalah ketika grup sengaja dibisukan
karena dirasa kurang penting. Ketika ada beberapa informasi penting dan
dikonfirmasi ulang alasannya "saya Belum buka grup". Lalu, jika
memang dirasa tidak penting mengapa tidak keluar grup sekalian?.
Bagaimana solusi praktis yang perlu dieksekusi?
Anggota yang memiliki kesibukan di organisasi lain yang
memungkinkan tidak sempatnya membuka chat grup pengurus rayon. Hal ini
menjadikan grup dirasa kurang efisien jika menjadi andalan tersampaikannya
seluruh informasi pada seluruh pengurus. Selain share grup juga diperlukan chat
secara personal dalam memberikan informasi. Meski harus kerja dua kali, tapi
cara ini dirasa perlu mengingat masalah di atas.
Mengingat masih ada kebaperan yang muncul saat mendapat
teguran, kita perlu memformat ulang mind-set, bahwa ketika mendapat teguran
bukankah masih ada peduli dengan apa yang sedang kita lakukan?, kita juga dapat
mengevaluasi diri apakah memang sesuai dengan apa yang sudah disepakati
sebelumnya.
Menjadi bahan evaluasi bersama, bahwa sejak awal kita
sepakat untuk nguri-nguri bareng, bergerak dan berjuang bersama, maka untuk
selanjutnya dapat mengkomunikasikan juga mengkoordinasikan segala sesuatu di
bawah wewenang rayon. Salam pergerakan. [Noor]