"Agama dan Nasionalisme adalah dua kutub yang tidak
berseberangan, Nasionalisme adalah bagian dari agama dan keduanya saling
menguatkan."
~Hasyim Asy'ari~
Mendekati hari santri pada tanggal 22 Oktober 2018 nanti,
maka sebagai umat Islam tentu mengetahui asal-usul hari santri. Hari santri
yang telah ditetapkan Presiden Jokowi beberapa tahun silam menjadi pengingat
tentang resolusi jihad pada masa penjajahan. Para santri dan ulama bersama-sama
berjuang dan membela tanah air Indonesia. Pada saat itu ketua Ormas Nadhatul
Ulama (NU), Hasyim Asy'ari, mengeluarkan fatwa resolusi jihad karena Belanda
tak henti-hentinya menyerang. Khususnya di Surabaya, mereka mulai mengatur
rencana untuk terjun dan menyerang pasukan NICA. Siasat ini sebagai bentuk
jihad berjuang dijalan Allah.
Ketika Indonesia telah mencapai kemerdekaan, berharap bebas
dari penjajahan bangsa sekutu. Namun disisi lain para pasukan tentara sekutu
serta pasukan Belanda NICA (Netherlands-Undies Civil Administration)
menginjakkan kaki kembali di Indonesia, akibat dari kekalahan perang dunia II.
Wilayah yang diserang meliputi Jakarta, Semarang, Bandung dan Surabaya para
pasukan sekutu akan membenteng dan memerangi wilayah Surabaya.
Beberapa tokoh pahlawan mulai panik pada saat itu. Terutama
Soekarno dan Bung Hatta berharap tidak menyerang kembali bangsa Indonesia.
Bahwa mereka bekerja hanya mengurus tahanan. Disisi lain mereka menyerang
kembali Indonesia dengan senjata yang lengkap. Menyebabkan Bung Karno khawatir
jika bangsa Indonesia tidak mampu melawan pihak sekutu.
Panglima besar Sudirman mengusulkan pada Soekarno meminta
fatwa untuk melakukan perang (jihad) dengan mengusir sekutu dan NICA kepada
Hasyim Asy'ari. Bagaimana hukumnya berjihad membela sebuah Negara yang mana
Indonesia bukan Negara Islam. Karena Hasyim Asy'ari merupakan ketua NU
(Nadhatul Ulama) sebagai organisasi terbesar di Indonesia. K.H Hasyim Asy'ari,
Abdul Wahhab Hasbullah ialah seorang pendiri Pondok Pesantren Tebu Ireng,
Jombang. Pada 31 Januari 1926.
K.H Hasyim Asy'ari meminta bantuan K.H Wahhab Hasbullah (
Tambak Beras, Jombang Jatim)untuk mengumpulkan para ulama se jawa-Madura
melakukan perundingan dan K.H Abbas (
dari Ponpes Buntet, Cirebon, Jabar ) untuk melakukan shalat istikharah agar
diberi petunjuk mengenai peristiwa ini.
Hasil dari
perundingan tersebut bahwa dikeluarkanlah resolusi jihad NU untuk
mempertahankan tanah air Indonesia.
Resolusi Jihad NU ialah bahwa umat Islam Indonesia menjadi
garda terdepan bagi NKRI. Semangat berkobar tinggi melawan penjajah Belanda,
sebagaimana umat Islam yang berperang melawan pihak Belanda, bukan sebab mereka
memulai terlebih dahulu disebut orang mati syahid. Dimana Allah menjanjikan
masuk surga.
Pada tanggal 21-22 Oktober 2018 para ulama-ulama NU dan
seluruh delegasi NU se Jawa-Madura berkumpul di kantor pusat Ansor Jl. Pungutan Surabaya yang di pimpin
oleh KH Hasyim ASy'ari. Mendeklarasikan bahwa perang kemerdekaan untuk membentengi
bangsa sekutu sebagai perang jihad. sehingga peristiwa ini disebut dengan
resolusi jihad atau perang suci.
Isi Resolusi Jihad :
1. Kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada 17
Agustus wajib dipertahankan.
2. Republik Indonesia sebagai satu-satunya pemerintahan yang
sah dan harus ditolong
3. Musuh RI, yaitu Belanda yang kembali ke Indonesia dengan
bantuan sekutu Inggris, menggunakan cara-cara politik dan militer untuk
menjajah kembali Indonesia
4. Umat Islam harus mengangkat senjata melawan penjajah
Belanda dan sekutunya untuk kembali ke Indonesia
5. Jihad atau perang suci merupakan kewajiban bagi setiap
umat muslim demi membela tanah air Indonesia
Mengingat hal tersebut santri pada zaman dulu dengan
sekarang sangatlah berbeda. Jika santri dulu berperan sebagaimana mestinya.
santri belajar menimba ilmu, untuk ditulis apa yang telah di dapatkan, dihafal,
serta mengamalkan ajaran yang telah diberikan. Mengingat pada zaman sekarang
yang telah maju, santri lebih banyak memanfaatkan Gadget sebagai sumber
informasi. Seperti ketika mencari ilmu itu seperti hanya tinggal diunduh,
disimpan, dikoreksi lalu diperdebatkan satu sama lain bahkan hingga memakan
waktu berjam-jam untuk menyelesaikannya.
Lain halnya pada masalah lingkungan kebersihan. Santri pada zaman
dulu mengabaikan kebersihan dilingkungannya. Prinsipnya yakni lebih
mengutamakan kebutuhan dari pada keinginan. Sehingga tak sedikit dari mereka
terkena penyakit kulit, pakaian yang digunakan yakni mengikuti aturan pondok
yang telah ditetapkan. Sedangkan pada masa sekarang santri itu mulai menjaga
kebersihannya, mengutakmakan keinginan dari pada kebutuhan. Terutama pada
masalah fashion, banyak dari mereka mengikuti busana muslim yang glamor. Itulah
yang menyebabkan perbedaan santri dulu dengan santri sekarang.[Kiki]