Gusdur dan Pluralisme


Nama KH Abdurrahman Wahid, atau yang sering disapa Gusdur tidak dapat dilepaskan dari diskursus kajian keislaman Indonesia. Nama besar beliau dikenal di banyak tempat dan kalangan. Bukan tanpa sebab, nama besar beliau dikenal karena kajian-kajian kritis nya terkait problematika negeri ini. Beliau juga dikenal sebagai tokoh plural Indonesia yang sering dianggap kontroversi.  Namun demikian, dalam kehidupannya Gusdur  memiliki dedikasi tinggi terhadap pembelaan Hak asasi Manusia (HAM) dan kaum tertindas.

Gudur merupakan anak pertama dari pasangan KH Wahid hasyim dan Nyai Sholichah. Beliau dilahirkan di Jombang pada 7 September 1940, ada sumber lain yang mengatakan 04 Agustus 1940. Gusdur lahir dalam kultur kepesantrenan tulen, kakeknya KH Hasyim Asy’ari adalah Ulama tersohor yang juga merupakan pendiri Organisasi Masyarakat (Ormas) terebesar di Indonesia, Nahdotul Ulama (NU).

Sedari kecil, Gusdur dibesarkan lewat kultur kepesantrenan dan kejawen. Selain belajar keilmuan islam dari pondok pesantren satu ke pondok pesantren yang lain, beliau juga belajar agama dari ayah dan kakek nya yang ahli dalam berbagai bidang kajian keagaaman. Besar lewat kultur kepesantrenan tidak membuat beliau kolot akan modernitas, terutamaa dalam bidang keilmuan. Buktinya, pada usia Sekolah Menengah Gusdur sudah mulai berkenalan dengan berbagai buku karya tokoh besar Eropa seperi Karl max dan John stein.

Progresivitas keilmuan Gusdur ini terus berlanjut hingga beliau menginjak dewasa, hingga saat menjelang akhir usia. Beliau wafat di Jakarta pada 30 Desember 2019 silam. Beliau wafat meninggalkan banyak pemikiran dan kajian yang terus dilanggengkan dan dibahas oleh banyak kalangan, terutama pencinta pemikiran dan sosok beliau yang menamakan diri Gusdurian.

Salah satu pemikiran beliau yang sampai saat ini masih terus dikaji dan dibahas adalah kajian tentang pluralisme. Dalam hal ini, Gusdur memiliki pandangan sendiri terkait pluralisme. Konsep pluralisme yang dijalani Gus Dur lebih dekat pada konsep yang menyatakan bahwa dalam masyarakat terdapat kelompok-kelompok sosial yang mengatur diri sendiri dan saling berhubungan serta berdampingan, namun masing-masing kelompok tersebut mempunyai eksistensi yang berbeda, sebagaimana konsep yang diusulkan oleh J.S. Furnivall (1948) dan dikembangkan oleh L. Kuper dan M. G. Smith (1969). Konsep tersebut lebih terkait dalam pola kehidupan berbangsa dan bernegara secara umum, bukan spesifik dengan urusan agama.

Gus Dur juga pernah berpendapat bahwa dirinya tidak setuju terhadap seorang muslim yang menyatakan agama orang lain adalah benar sebagaimana kebenaran agamanya. Beliau lebih suka mengatakan,“Semua agama mengajarkan kebaikan dan kebenaran sesuai keyakinannya".

Dari sini, beliau menunjukkan adanya perbedaan substansial dalam beragama. Dia tidak mau terlibat terlalu jauh ke dalam urusan kebenaran yang diyakinani oleh orang lain tersebut. Sebab, menurut dia, setiap orang akan mempertanggungjawabkan keyakinannya sendiri-sendiri di hadapan Tuhan. Di sini 
Gus Dur memberi contoh kepada para tokoh muslim maupun non muslim, bagaimana harus bersikap dengan pemeluk agama lain dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan tanpa kehilangan identitas dirinya. Dia membedakan secara jelas mana wilayah privat dan mana wilayah publik.

Dengan pemahaman pluralisme yang demikian, Gus Dur tampak lebih mengutamakan keutuhan dan kedamaian bangsa dengan tanpa kehilangan identitas dan keyakinannya. Meski dia menganggap agama yang dianutnya paling benar, bukan berarti secara psikologis pergaulannya dengan semua pihak yang beragam latar belakang, baik sosial, budaya, ras, golongan,termasuk agama terhambat demi kemajuan peradaban bangsa. Justru dengan sikap demikian, kita dapat melihat kebesaran Gus Dur. Dia adalah sosok yang memang layak disemati sebagai Bapak Bangsa, Bapak Pluralisme, dan menerima gelar Pahlawan Nasional.


Ditulis oleh: Nanang Bagus Zuliadi, Ketua Biro Media dan Penulisan Masa Juang 2018/2019

Post a Comment

sahabat PMII wajib berkomentar untuk menunjang diskusi di dalam blogger

Lebih baru Lebih lama