Analogi dan Kerancuan Pendidikan Indonesia


Pendidikan Produksi & Reproduksi

Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat urgen dalam setiap lini kehidupan bernegara. Suatu negara akan baik jika sistem pendidikannya baik. Dan negara akan terlihat buruk jika sistem pendidikannya buruk. Pendidikan menjadi hal vital untuk dibicarakan dan dikaji menilik peran pentingnya dalam membangun peradaban suatu negara. Kebutuhan akan pendidikan juga perlu untuk di diskusikan demi kebaikan suatu negara.

Pendidikan Indonesia sendiri dalam ranah teorinya terbagi menjadi dua model. Pendidikan model produksi dan pendidikan model reproduksi. Model pendidikan ini dianalogikan dengan proses perkembangbiakan makhluk hidup. Asexual (perkembangbiakan tanpa pasangan) dan sexual (perkembangbiakan dengan pasangan).

Proses perkembangbiakan asexual menurunkan informasi genetik dan mencopy sifat serta karakter induknya. Sedangkan sexual menghasilkan anak dengan penyesuaian-penyesuaian informasi genetik dari kedua belah pihak. Artinya, menghasilkan sesuatu yang baru dari dua informasi genetik yang ada. Dengan kata lain, perkembangbiakan tanpa pasangan (asexual) adalah model pendidikan reproduksi dan perkembangbiakan dengan pasangan (sexual) adalah model pendidikan model pendidikan produksi.

Model pendidikan reproduksi jika digunakan dalam sistem pendidikan sangat sesuai dengan ilmu-ilmu eksak, seperti matematika, kimia, fisika, biologi, dan sebagainya. Karena ilmu-ilmu eksak sangat membutuhkan temuan dan informasi yang ditemukan lebih dulu untuk mendukung kajian selanjutnya. Model pendidikan ini jika diterapkan akan menghasilkan manusia-manusia yang cerdas.
Sedangkan model pendidikan produksi sangat sesuai dengan ilmu-ilmu keagamaan, sosial, dan humaniora seperti Ilmu fiqih (dalam Islam), sosiologi, politik, dan sebagainya. Hal ini karena ilmu-ilmu keagamaan, sosial, dan humaniora sangat membutuhkan penyesuaian-penyesuaian terus menerus guna menyeimbangkan dengan perkembangan zaman. Model pendidikan ini jika diterapkan akan menghasilkan manusia-manusia yang memiliki daya kritis tinggi.

Lalu bagaimana dengan model pendidikan Indonesia ?. Jika melihat fakta yang ada, model pendidikan Indonesia lebih condong kepada model pendidikan reproduksi. Karena pendidikan Indonesia meletakkan ujian sebagai syarat kelulusan bagi pelajar. Sementara ujian adalah proses mengetahui sejauh mana penguasan dan ingatan pelajar terhadap materi yang telah disampaikan dalam kelas. Soal yang diberikan dalam ujian pun adalah soal-soal pilihan ganda. Dimana jawaban atas pertanyaan harus sesuai dengan apa yang ada di buku ketika proses belajar mengajar di kelas. Jarang sekali kita temukan soal ujian dalam bentuk esai yang memberi peluang untuk jawaban alternatif. Yang diuji disini adalah tingkat reproduksi pelajar terhadap apa yang telah disampaikan. Maka tidak heran jika banyak pelajar Indonesia yang menjuarai olimpiade berbagai bidang keilmuan. Karena memang pelajar Indonesia adalah hasil dari model pendidikan reproduksi. Namun, sulit menemukan pelajar dengan daya kritis tinggi.

Industrialisasi Pendidikan

Berbicara mengenai pendidikan, maka kita berbicara keuniversalan. Mulai dari subjek pendidikan, objek pendidikan, penyedia pendidikan, penerima pendidikan, biaya pendidikan, urgensi pendidikan di berbagai wilayah terbelakang, sampai pada kurikulum pendidikan nya. Namun, yang terpenting dari semua itu adalah konsep pendidikan, kerangka besar sistem pendidikan dan tujuan pendidikan.
Konsep pendidikan dan kerangka sistem pendidikan Indonesia sendiri dari dahulu sampai sekarang belum jelas arahnya. Sitem pendidikan Indonesia masih berkiblat pada sistem industri. Pendidikan Indonesia seolah-olah adalah pelayan bagi sistem industri yang ada. Propaganda sistem industri bermain sangat cantik dalam hal ini.

Tak dapat dipungkiri bahwa, begitu banyak manusia terpelajar di Indonesia masih berasumsi bahwa pendidikan adalah jalan untuk sukses dalam bekerja nantinya. Pendidikan hanya menjadi batu loncatan, menjadi syarat untuk sukses dalam dunia kerja. Padahal, jika ingin melihat sistem pendidikan di negara-negara maju, hal ini menjadi sebuah lelucon yang sama sekali tak lucu. Di eropa ambil contoh, sistem pendidikan yang ada mengarah pada pembangunan karakter dan pendalaman keilmuan secara hakiki. Bukan mengarahkan pendidikan menjadi pelayan sistem industri.

Di Indonesia, sistem pendidikan yang salah ini menjadi suatu hal yang dianggap biasa, dan bahkan dilestarikan terus menerus dari satu generasi ke generasi lain. Tidak heran jika sampai saat ini, masih banyak generasi penerus bangsa yang memiliki paradigma pelayan industri dalam berpendidikan.
Tidak adanya pertimbangan terhadap manusia sebagai pelaku, menjadi sebuah kritik keras terhadap sistem pendidikan Indonesia saat ini. Hal ini sedikit tidak relevan jika kita sandingkan dengan undang-undang yang ada. Dalam undang-undang tertuang bahwa tujuan pendidikan Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Bagaimana bisa cerdas jika asumsi masyarakat hanya berorientasi pada dunia kerja dalam berpendidikan.

Ketidakjelasan konsep pendidikan ini juga berpengaruh pada kurikulum pengajarannya. Karena berorientasi pada dunia industri, maka kurikulum yang dibuat pun tidak jauh dari propaganda industri. Keinginan Indonesia untuk menanamkan jiwa nasionalis dalam diri setiap warganya tidak dibarengi dengan usaha untuk menanamkan basis nasionalis secara mendalam di kurikulum pengajarannya. Mata pelajaran menyoal nasionalisme hanya berakhir pada pemahaman apa dasar negara Indonesia dan siapa presiden Indonesia saat ini. Begitu juga dengan keinginan Indonesia untuk menanamkan jiwa pluralitas dan toleransi dalam diri setiap warganya. Mata pelajaran kepluralitasan hanya menjadi bahan ajar yang berakhir pada pemahaman apa saja agama dan suku di Indonesia tanpa tahu bagaimana cara menjadi pluralis itu sendiri.

Mata pelajaran dan kajian kebudayaan, dewasa ini hanya dapat ditemukan dalam fakultas dan simpul atau fokus-fokus kebudayaan. Padahal, mengetahui kebudayaaan dan mencintai kebudayaan adalah hal yang harus dimiliki oleh seluruh warga negara guna mengokohkan rasa patriotisme. Hakikatnya, ada hal yang memang benar jika menguasai di satu bidang secara mendalam. Namun disisi lain, jangan lupakan bahwa ada juga hal yang harus diketahui bahkan dikuasai oleh semua lini demi kebaikan bersama.

Kerancuan-kerancuan diatas menjadi semacam penghalang bagi kemajuan bangsa ini. Disaat negara lain sudah mencoba merekontruski peradaban dan sistem yang ada, Indonesia masih sangat nyaman dengan sistem yang disadari atau tidak telah membuat peradaban ini stagnan tanpa polesan inovasi.
Semoga menjadi renungan. Wassalam.

Ditulis Oleh: Nanang Bagus Zuliadi,Ketua Biro Media dan Penulisan Masa Juang 2018/2019

Post a Comment

sahabat PMII wajib berkomentar untuk menunjang diskusi di dalam blogger

Lebih baru Lebih lama