Bagaimana kita seharusnya hidup? Aristoteles memulai membuka
permasalahan etika untuk pertama kalinya pada dunia. Selanjutnya dia
melanjutkan pertanyaannya, bagaimana membuat hidup kita bermutu, berkualitas,
tidak sekedar hidup? Menurutnya hidup kita akan mempunyai kualitas tertentu
jika kita mampu mencapai tujuan hidup kita. Maka munculah pertanyaan baru, apa
tujuan hidup yang layak dikejar itu? Jawabannya adalah bahagia, tujuan kita
hidup adalah agar merasakan kebahagian. Sekarang kita sudah berada di ujung
pertanyaan yang lebih jelas, hidup seperti apakah yang bisa membuat kita
menjadi bahagia?
Renungan Aristoteles menurut Frans Magnis Suseno,
menghasilkan tiga jawaban dari pertanyaan tadi. Tiga hal yang memungkinkan
manusia bisa merasakan kebahagian adalah, harta, Nama besar serta kenikmatan.
Jawaban pertama langsung ia tolak, karena harta atau kekayaan itu sendiri
sejatinya berada di luar dirinya sendiri, bukan sesuatu yang inhern berada pada
diri seseorang.
Tiga Hal yang Membahagiakan
Kedua, adalah nama besar yang bisa dikenang. Renungan ini
tentu sangat wajar dimana dia hidup di zaman para pejuang kesatria spartan.
Nama besar sebenarnya selalu mengikuti kualitas-kulalitas tertentu yang
menempel pada diri seseorang, misalnya kualitas lukisan yang menempel pada nama
besar Leonardo Davinci, kualitas penemuan ilmiah yang menempel pada nama Stephen
Hawking, maka Aristoteles menyarankan sebaiknya kita meningkatkan kualitas
tertentu pada diri kita, maka nama besar dan kemasyhuran itu akan didapat.
Terakhir kenikmatan. Kenikmatan bukanlah suatu hal yang
jelek. Nikmat ini juga bisa kita pisahkan menjadi nikmat raga dan rohani.
Nikmat akan tercapai jika suatu kebutuhan tercapai, suatu tantangan berhasil
diatasi. Jika seseorang mengembangkan jiwa sosialnya untuk terlibat dalam suatu
komunitas secara lebih,maka tidaklah dibenarkan jika ia merefleksikan dirinya
untuk bertanya apa yang bisa ia dapat dari semua tindakan sosial tadi. Orang
yang melibatkan diri pada kehidupan orang lain, dia akan merasa bahagia karena
keterlibatan itu sendiri. Karena proses keterlibatan itu adalah jalan untuk
menjadi bahagia.
Khusus untuk yang terakhir ini, memang memungkinkan
seseorang untuk gagal fokus pada pengembangan diri sendiri. Maka, haruslah
berhati-hati agar kenikmatan yang dikejar itu bukanlah berasal dari tujuan yang
salah ditempatkan sebagai pondasi awalnya.
Karena seperti di awal sudah dijelaskan tentang apa tujuan
hidup dan bagaimana cara mewujudkannya, maka apa benar ber-PMII bisa membuat
kita menemukan kebahagian? Singkat jawabannya, pasti bisa! kita pakai
pembuktian terbalik, ber-PMII artinya sebagai aktor estafet pengkaderan yang
hirarkis secara struktural mulai dari Pengurus Besar sampapi ke Pengurus Rayon.
Bayangkan saja, penerimaan anggota baru setiap tahun per rayon bisa mencapai
ratusan.
Bahagia dengan Ber-PMII
Keterlibatan sosial pengurus PMII adalah tentang ikut
campurnya dalam mengembangkan potensi kader, yang jumlahnya ratusan tadi.
Keterlibtan dalam kehidupan banyak orang yang potensinya beragam itulah yang
membuat secara alami pengurus PMII melakukan pengkaderan di lain sisi dan
belajar mengembangkan dirinya di sisilainnya, dalam waktu bersamaan. Artinya,
nama besar yang tergantung pada kualitas tadi secara alamiah membuat pengurus
PMII punya kualitas di bidang tertentu, yang sangat beragam. Kualitas
berpolitik, Jurnalistik, Pemberdayaan masyarakat, Keprofesionalitasan,
kewirausahaan dan kualitas lain sesuai lokalitas PMII itu beradaptasi dengan
lingkungannya.
Terakhir, meski tidak pernah dijadikan nilai dalam proses
pengkaderan, harta (kekayaan) bisa saja mengikuti secara alami pada kader PMII
yang punya peningkatan kualitas-kualitas tertentu tadi. Bisa menjadi kaya di
bidang politik, menjadi pengusaha, profesional di bidang tertentu, pegiat
sosial, pejabat penyelenggara negara, peneliti sampai jurnalistik. Meskipun
sekali lagi saya pertegas, kekayaan tadi bukanlah orientasi yang didesain,
melainkan sesuatu hal yang alamiah mengikuti dua hal yang dikejar demi hidup
bahagia tadi.
Maka, begitulah jalan menuju kebahagian yang bisa didapat
dalam ber-PMII. Siapa saja yang dengan semangat melakukan tugasnya sesuai
amanah organisasi menjalankan proses pengkaderan, pastilah dia akan menemui apa
yang menjadi tujuan hidup, yaitu kebahagiaan. Tentu, kebahagian selalu tidak
pernah sesederhana teori yang ditulis. Tetapi sangat mungkin diwujudkan jika
setiap pengurus menghayati rangkaian kalimat paragraf pertama tulisan ini.
Tingkatkan kualitas, libatkan diri pada kehidupan (permasalahan) orang lain,
maka kekayaan (dalam berbagai bentuk) akan menjadi paket kebahagian yang
mungkin akan kita dapatkan.
Ditulis oleh : Ahmad Muqsith, Ketua I PMII Rayon Ushuluddin Masa juang 2013-2014, Rektor UKM KSMW 2015