Media Sosial Sebagai Pembangun Integritas Bangsa



       Di Era digitalisasi, mayoritas masyarakat telah menggunakan peran media sebagai sarana untuk menyerap berbagai informasi dalam segala aspek, tak heran jika peran media sangat vital. Namun perlu di ingat bahwa tidak semua informasi itu adalah benar perlu adanya kritis atas informasi yang beredar terlebih informasi tersebut berupa ujaran berbasis kebencian, propaganda, radikal dan lain sebagainya yang mampu mendisintegrasikan bangsa sehingga stabilisasi dan persatuan negara mengalami kegoyahan.

     Media massa yang seharusnya mampu menyebarluaskan berita kepada publik secara umum mengenai segala jenis peristiwa dan memuat informasi yang aktual, terpercaya, terbaru dan mendidik masyarakat, namun saat ini sering mengalami penyelewangan-penyelewengan sehingga membuat masyarakat  gampang terhegemoni oleh pemberitaan seperti yang pernah terjadi dengan gerakan aksi 212, 21 februari 2017 lalu.

      Menurut data yang bersumber dari detiknews jumlah kejahatan transnasional sebanyak 5.061 kasus cyber crime. Angka itu naik 3% dibanding 2016 yang berjumlah 4.931 kasus. Polri juga menangani 3.325 kasus kejahatan hate speech atau ujaran kebencian, angka itu naik 44,99% dari tahun sebelumnya yang berjumlah 1.829 kasus.

        Dalam kasus kejahatan cyber kasus tindak pidana yang paling menonjol adalah saracen. Saracen merupakan suatu istilah yang banyak digunakan penulis kristen di Eropa abad pertengahan untuk Islam. Dan yang dimaksudkan disini adalah kelompok yang menyebarkan ujaran kebencian dan konten berbau SARA atas nama agama termasuk The Family Muslim Cyber Army (MCA) yang ternyata memiliki motif ekonomi.

       Diseluruh lapisan masyarakat, konektivitas makin mudah terjangkau dan makin praktis dalam menyerap informasi, dengan begitu masyarakat membangun komunitas yang aktif dan bersemangat menurut minat masing-masing serta mencerminkan dan memperkaya dunia. Sehubungan ini akan menghasilkan data dalam jumlah yang besar (revolusi data). Semua orang bisa tahu dengan jelas bagaimana orang bersikap, berpikir, mematuhi dan melanggar norma dimanapun berada. Kemampuan baru untuk memperoleh informasi akurat dan terverifikasi terutama dalam media yang menggunakan basis online.

        Permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam ranah media jika dibiarkan akan berdampak pada perpecahan dalam sosial masyarakat dan secara nasionalisme kenegaraan berdampak pada menurunnya nilai-nilai demokrasi. Baik dan buruknya demokrasi ditentukan oleh kearifan orang banyak, perubahan-perubahan itu akan mendorong perilaku baru dan undang-undang progresif.

         Teknologi dalam buku The new digital age menurut Ray Kurzweil semenjak memperkenalkan hukum percepatan penambahan hasil bahwa teknologi adalah kelanjutan evolusi dengan cara lainnya, dan merupakan proses evolusioner itu sendiri. Teknologi mendayakan semua pihak dan memungkinkan pemain kecil untuk berdampak besar, banyak gerakan separatis anarki yang merongrong eksistensi negara sebagian gerakan didorong oleh diskriminasi etnis atau agama.

      Kehancuran institusi dan sistem akibat pergolakan yang terjadi, yaitu membuka jalan bagi gagasan-gagasan baru. Inovasi hadir di tengah pembangunan yang pelik, dan akan dipupuk oleh jejaring yang cepat, kepemimpinan yang baik, dan perangkat yang melimpah.

          Dalam hal ini pemerintah mempetakan peta krisis dan mengatur pembuatannya sendiri dengan sistem krisis informasi yang terintegrasi, melengkapi setiap polisi dan tentara dengan perangkat genggam khusus yang berisikan aplikasi unik.

           Dengan adanya hal ini pemerintah telah mengupayakan adanya hukum yang mengatur tentang penggunaan teknologi ITE dalam UU ITE pasal 27 ayat 3 berbunyi: 'menyebut melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki memuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik'. Adanya pasal tersebut tidak hanya sebatas payung hukum juga sebagai sarana untuk menjaga keutuhan negara sehingga kedepan negara tetap mampu mempertahankan kedaulatan rakyat.

Negara sebagai Fasilitator Media

        Tak bisa dipungkiri internet masuk kedalam sistem kenegaraan demokrasi bahkan negara otoriter sekalipun sehingga pemerintah perlu memberikan kebebasan media pers dalam memberikan informasi kepada masyarakat dan telah mengatur kebebasan pers tersebut dalam UU Pers yang mengandung 10 bab dan 21 pasal yang menjamin kemerdekaan pers, kebebasan pers adalah hak yang diberikan oleh konstitusi atau perlindungan hukum yang berkaitan dengan media dan bahan-bahan yang dipublikasikan.

         Kebebasan pers merupakan perwujudan kebebasan dari aspirasi-aspirasi masyarakat. Namun hal ini perlu di ingat bahwa kebebasan adalah hak setiap individu akan tetapi kebebasan tersebut dibatasi oleh kebebasan individu-individu lain.

           Dan pada saat media massa mempublikasikan informasi bagi masyarakat harus bekerja sama antara intansi pemerintah, media pers, dan masyarakat, masyarakat harus mampu membaca arus informasi (literasi media) sehingga tidak terpancing oleh berita hoaks dan propaganda serta mampu mempergunakan media dengan bijak sehingga insiden-insiden kejahatan ciber bisa diminimalisir untuk menjaga keutuhan bangsa tetap terjamin.

*Oleh Sahabat Imam Baehaqi (kader PMII Rashul 2017)

Post a Comment

sahabat PMII wajib berkomentar untuk menunjang diskusi di dalam blogger

Lebih baru Lebih lama