20 Tahun Reformasi; Sinergi Membangun Jiwa Berkesadaran Kebangsaan


Penulis sebagai mahasiswa dalam mengangkat judul bermula dari rasa empati terhadap penindasan dan tindakan kesewenangan dari pihak pemerintah. Secara historis ketertindasan oleh tirani rezim Orde Baru kepada masyarakat Indonesia juga berangkat dari tindakan apatisme dan hedonisme masyarakat diera globalisasi yang pada umumnya justru dilakukan oleh para mahasiswa itu sendiri yang konon katanya adalah agent of change, agen perubahan yang merupakan representasi rakyat.
Ada semacam deprivasi relatif yang dirasakan antara harapan dan realitas sosial yang timpang, tanpa bermaksud depresi atau ingin bertindak agresi, justru tertanam dalam jiwa penulis ada keoptimisan yang mendalam dan perlu sebuah tindakan perubahan progresif yang didasari atas kesadaran transfomatif secara kolektif untuk membangun bangsa.
Penumbangan era Orde Baru merupakan peranan dari mahasiswa yang telah sadar akan tirani kekuasaan pemerintah yang telah membelenggu masyarakat Indonesia hingga munculnya era baru Reformasi. Sejak saat itu babak baru dimulai untuk mewujudkan negara berkeadilan sosial dan mampu mensejahterakan rakyat menjadi harapan besar bangsa sampai dengan saat ini.
Reformasi telah berlalu 20 tahun, namun harapan-harapan itu belum mampu direalisasikan dalam masyarakat. Tentunya ada faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah arus globalisasi, bahwa keterlibatan dunia global dalam mengatur dan mengintervensi sebuah negara ketiga ke dalam arus global dunia berdampak pada lemah dan sulitnya pengaturan negara terhadap rakyat dan terkesan mengesampingkan kedaulatan rakyat.
Indonesia merupakan bangsa yang memiliki keberanekaragaman akan budaya dan memiliki identitas nasional, terbukti dengan corak keberagaman masyarakat Indonesia akan aspek berkehidupan dimulai dari keagamaan, kesenian dan interaksi sosial. Saat ini, budaya dan identitas nasional tersebut mulai terkikis oleh dampak dari arus globalisasi melalui budaya popular dunia. Jika hal ini tetap dibiarkan justru penulis menganggap akan berdampak pada stabilisasi negara yang akan terancam hingga sulitnya negara mewujudkan harapannya, yaitu mewujudkan keadilan sosial dan mensejahterakan rakyat. Apakah ini merupakan penjajahan baru pengganti imprealisme?
Penulis beranggapan tentu 'iya' dengan beberapa alasan yang bisa dijadikan argument diantaranya adalah bahwa bangsa Indonesia tidak bisa disamakan dengan bangsa Barat, Indonesia memiliki identitas nasional yang tak bisa diintervensi oleh pihak asing, hal inilah yang masih lemah dan membutuhkan pembenahan dalam bangsa yaitu kesadaran akan identitas nasional yang harus mulai dibangun kembali mulai saat ini.
Simon Kemoni, Sosiolog asal Kenya mengatakan bahwa globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Dalam proses alami ini, setiap orang akan berusaha menyesuaikannya dengan perkembangan baru. Mereka dapat melanjutkan kehidupan dan pencarian kehancuran. Tetapi, menurut Simon Kimoni, Dunia Ketiga harus memperkokoh dan menjaga struktur nilai budaya bangsa agar tidak dieliminasi oleh budaya asing. Dalam rangka ini, Dunia Ketiga haruslah membuat informasi yang bermanfaat dengan menambah pengetahuan budaya bangsa terhadap masyarakatnya.
Terkait dengan seni dan budaya, Seorang penulis asal Kenya bernama Ngugi Wa Thiong'o menyebutkan bahwa perilaku dunia Barat, khususnya Amerika seolah-olah sedang memilih bom budaya terhadap rakyat dunia. Mereka berusaha untuk menghancurkan tradisi dan bahasa pribumi negara-bangsa yang kebingungan dalam upaya mencari indentitas budaya nasionalnya. Penulis Kenya ini meyakini bahwa budaya asing yang berkuasa di berbagai bangsa
Kesadaran akan arus globalisasi ini masih hanya sebatas wacana besar yang digaungkan, lepas dari sisi positif dan negatif yang ada pada globalisasi. Perlahan namun pasti bahwa globalisasi ini telah menggerogoti sendi-sendi utama bangsa dalam upaya mengaktualisasikan harapan-harapannya yang hingga kini seakan-akan mengarah pada keutopisan belaka.
Ada solusi alternatif untuk membangun bangsa yaitu dengan menghadirkan kearifan lokal dan budaya yang sedang dalam masa kompetisi bersama kuatnya arus globalisasi, terutama budaya popular barat yang dengan mudah didapatkan dengan peran media dan teknologi. Secara psikologis rakyat Indonesia memiliki intensitas toleransi yang tinggi dan ini merupakan manifestasi kearifan lokal yang harus tetap dilestarikan.
Kita sebagai bangsa menegaskan perekonomian bangsa bukan kapitalisme-imperialisme melainkan ekonomi kerakyatan yang berbasis pada nilai-nilai kerakyatan yang harus tetap dijunjung tinggi dan diperjuangkan oleh seluruh elemen masyarakat baik pemerintah maupun sipil termasuk juga mahasiswa. Sehingga tertanam dalam jiwa mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa untuk tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kerakyatan. Meski Reformasi telah berlangsung 20 tahun lalu, semoga semangat Reformasi akan selalu bertambah dari masa ke masa.

Salam pergerakan..!

*oleh Sahabat Imam Baehaqi (Kader PMII Rashul 2017)

Post a Comment

sahabat PMII wajib berkomentar untuk menunjang diskusi di dalam blogger

Lebih baru Lebih lama