Agama dan Spiritualitas di Negara Menuju Dewasa


Ketuhanan Yang Maha Esa adalah sila pertama dalam Ideologi yang dianut Indonesia, yaitu Pancasila. Berarti sebagai warga negara Indonesia wajib memiliki kepercayaan terhadap Tuhan YME. Mayoritas manusia beragama, semangat spiritual atau sesuatu yang berkenaan dengan kerohanian manusia di dapat dari agama yang dianutnya. Keadaan spiritual atau kerohanianan manusia sangat ditentukan oleh pemahaman keagamaannya. Ketika agama diartikan hanya sebagai organisasi maka agama hanya akan menjadi alat untuk kepentingan orang-orang di dalam organisasi saja. Dalam artian tersebut memang tidak selalu bersifat negatif, namun jika tujuan tersebut adalah baik dan tidak melenceng dari kemanusiaan. Agama sebagai kepercayaan pun belum dapat dikatakan relevan sebagai pemahaman keagamaan seseorang, karena kepercayaan adalah bersifat universal maka di dalamnya bisa terdapat nilai baik maupun buruk.
Tugas agama adalah sejauh mana ia dapat menjawab problem kemanusiaan. Karena agama di sini adalah agama milik manusia maka agama adalah manusia itu sendiri yaitu pemahaman keagamaan manusia, bagaimana manusia dapat memahami agama dengan rasa kemanusiaan. Pemahaman keagamaan model humanis seperti ini disebut pemahaman keagamaan melalui pendekatan sosiologis. Lebih kebawah lagi, rasa kemanusiaan akan terejawantahkan melalui moralitas dan perilaku manusia. Dalam pandangan tokoh sosiolog Emile Durkheim, permasalahan-permasalahan moral tidak akan bisa dijawab tanpa melihat permasalahan-permasalahan keagamaan. Kata ‘permasalahan-permasalahan keagamaan’ dalam kalimat tersebut penulis artikan termasuk sebagai permasalahan pemahaman keagamaan seseorang. Pemahaman keagamaan manusia harus masuk sebagai jalan hidup yaitu moralitas dan perilaku manusia bukan hanya sebagai kepercayaan, lebih-lebih organisasi. Namun pemahaman keagamaan disini adalah pemahaman yang dilandasi pada rasa kemanusiaan.
Negara menuju dewasa adalah istilah untuk Indonesia sebagai salah satu negara berkembang. Negara yang masih memiliki sekian banyak problem salah satunya yaitu intoleransi keagamaan sehingga menghambatnya menjadi negara maju yaitu negara dewasa. Dalam negara menuju dewasa seperti ini, spiritualitas penduduknya memiliki peranan penting demi tercapainya sebagai negara maju. Menuju negara maju diperlukan kerja sama semua elemen masyarakatnya, maka yang harus dibenahi terlebih dahulu adalah sisi moralitas dan perilaku masyarakat. Keduanya harus sejalan dengan pemahaman keagamaan yang dilandasi rasa kemanusiaan.
Pun fenomena keinginan mengganti ideologi Pancasila dengan sistem khilafah oleh beberapa ormas keagamaan yang terjadi di negara menuju dewasa ini. Di negara yang dihuni bukan hanya satu macam agama, dirasa kurang tepat jika mereka tetap ngotot untuk mengganti ideologi khilafah yang di dalamnya berisi hukum Islam saja. Ideologi Pancasila telah dinyatakan dalam GHBN 1983 sebagai “satu-satunya azas” dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sudah bersifat kompleks dan tidak bertentangan dengan yang diajarkan oleh agama-agama dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Indonesia. Apabila ideologi Pancasila yang telah menjadi perjanjian luhur para tokoh pendiri bangsa ini diganti dengan ideologi manapun termasuk khilafah maka Indonesia akan kehilangan jadi dirinya sebagai bangsa Indonesia. Ketika jadi diri suatu bangsa telah hilang maka bangsa tersebut akan mudah diadu domba oleh pihak yang menginginkan bangsa tersebut hancur.
Mere-thinking Definisi Agama
Telah dikatakan diatas bahwa moralitas dan perilaku manusia adalah perwujudan keadaan spiritual yang diperoleh dari pemahaman keagamaan manusia. Banyaknya pemahaman keagamaan manusia yang bersifat teologis, yaitu pemahaman yang berpegang pada bentuk-bentuk formal agama begitu lekat dengan arti negatif fanatisme, yaitu memandang agamanya atau faham agamanya lebih baik dan menganggap yang lain salah. Pemahaman keagamaan haruslah juga didasarkan pada rasa kemanusiaan. Semua agama memiliki tujuan baik, maka ketika pemahaman tersebut berdampak negatif terhadap kehidupan diri sendiri terlebih masyarakat banyak maka pemahaman keagamaan tersebut haruslah di pikir ulang.
 Agama adalah landasan spiritual kebanyakan manusia yang mewujud dalam moralitas serta tingkah laku. Alangkah semakin kacaunya negara menuju dewasa ini jika kebanyakan masyarakatnya mengalami krisis spiritualitas yang diakibatkan dari pemahaman keagamaan yang kurang tepat. Padahal kata agama sendiri berasal dari bahasa sansekerta a dan gama yang berarti ‘tidak kacau’. Agama ada adalah untuk membuat manusia merasa aman bukan malah menjelma menjadi agama-phobia. Pemahaman keagamaan yang sebelumnya cenderung bersifat teologis dalam artian lebih menekankan pada berntuk-bentuk formal atau simbol-simbol keagamaan akan lebih baiknya jika  diturunkan menuju pemahaman yang bersifat sosiologis-humanis (kemanusiaan), ini pun dilakukan tanpa mengurangi substansi agama itu sendiri. Agama ada di bumi dan melekat pada subjek, yaitu manusia maka agama haruslah bersifat humanis agar tidak keluar dari arti esensi agama itu sendiri.
Apabila keadaan spiritual masyarakat Indonesia telah mewujud dalam moralitas dan tingkah laku yang humanis maka penulis optimis bahwa negara ini akan semakin mudah naik menuju tangga negara maju, negara dewasa yang bebas dari problem intoleransi. Marilah kita sama-sama bertanya pada diri sendiri ‘apa arti agama bagi diri kita?’. Sehingga pemahaman keagamaan kita akan mewujud dalam spiritualitas yang humanis dan agama bisa menjadi penolong, pemberi rasa aman bukan malah menjadi skateboard menuju kemurkaan Tuhan. Selamat hari Toleransi..!

*S. Barokhatin N: Koordinator Departemen Kajian dan Wacana

Post a Comment

sahabat PMII wajib berkomentar untuk menunjang diskusi di dalam blogger

Lebih baru Lebih lama