Descartes Soal Mengada | PMII RASHUL WALISONGO


Cogito Ergo Sum, aku berpikir maka aku ada. Begitulah yang pernah dikatakan oleh Descartes, sang filosof asal Prancis. Berangkat dari pemikiran filosofis Descartes itulah kemudian banyak orang yang meniru kalimatnya ke dalam istilah lain. Misalnya aku berjuang maka aku ada, atau aku melawan maka aku ada. Penggunaan istilah yang sama barangkali memang mempunyai maksud yang sama sebagaimana yang pernah digagas oleh Descartes.

Namun tidak jarang penulis menemukan pemakaian istilah ini yang menimbulkan kebingungan dalam memahami maksud yang ingin dicapai oleh pembuat adagium. Contohnya seperti yang pernah penulis jumpai dalam sebuah grup WA, bunyinya adalah “Aku Berjunaidi maka aku ada”. Kalimat ini muncul sebagai jargon dukungan kepada Junaidi, Calon Ketua PB PMII asal Semarang yang akan maju dalam Pemilihan Ketua PB pada Kongres tahun ini. Bagi pembaca yang pernah membaca tentang pemikiran sosok Descartes tentu akan langsung mengkorelasikan adagium baru ini dengan yang pernah dipahaminya mengenai pemikiran Descartes. Pun demikian dengan penulis. Meskipun tidak pernah habis membaca buku tentang Descartes, bahkan lupa judul bukunya, namun setidaknya penulis pernah membaca serta mendiskusikannya.

Sependek yang pernah dipahami penulis, Rene Descartes adalah seorang tokoh yang selalu meragukan segala sesuatu. Rene berpikir bahwa dengan cara meragukan semua hal termasuk dirinya sendiri tersebut, dia telah membersihkan dirinya dari segala prasangka yang mungkin menuntunnya ke jalan yang salah. Ia takut bahwa mungkin saja berpikir sebenarnya tidak membawanya menuju kebenaran. Mungkin saja bahwa pikiran manusia pada hakikatnya tidak membawa manusia kepada kebenaran, namun sebaliknya membawanya kepada kesalahan. Artinya, ada semacam kekuatan tertentu yang lebih besar dari dirinya yang mengontrol pikirannya dan selalu mengarahkan pikirannya ke jalan yang salah.

Sampai di sini, Rene tiba-tiba sadar bahwa bagaimanapun pikiran mengarahkan dirinya kepada kesalahan, namun ia tetaplah berpikir. Inilah satu-satunya yang jelas. Inilah satu-satunya yang tidak mungkin salah. Artinya hanya ada satu kebenaran yang diyakini Descartes, adalah kenyataan bahwa ia sedang berpikir. Dengan demikian, Descartes sampai pada kesimpulan bahwa ketika ia berpikir, maka ia ada. Yang kemudian dalam bahasa Latin diartikan sebagai Cogito Ergo Sum, aku berpikir maka aku ada.

Jika kita kembali pada adagium “Aku Melawan Maka Aku Ada” mungkin dapat disimpulkan bahwa perlawanan adalah sebuah bentuk sikap yang akan membuat dirinya mengada. Tanpa melawan ia akan hilang dan tak menganggap dirinya ada. Satu-satunya yang ia percaya adalah keberadaan perlawanan. Kalimat ini sangat familiar dipakai oleh para aktivis yang menganggap dirinya kiri penuh, yakni mereka yang setia pada perlawanan.

Lalu bagaimana dengan adagium “aku berjunaidi maka aku ada?” bagaimana kita mengkorelasikan kalimat ini dengan pemikiran Descartes di atas? Apakah ini berarti bahwa sang penulis ingin meleburkan diri dan menganggap diri sebagai seorang Junaidi, maka ia baru akan mengakui keberadaannya? Apakah berarti selama ini ia tidak pernah ada, karena ia hanya ada ketika ia berJunaidi?

Bahwa penulis masih meragukan kesimpulan bagi adagium tersebut maka biarlah yang menyatakan itu menjelaskannya dalam tulisan lain. Intinya, penulis hanya ingin mengingatkan, jangan sampai pemikiran filosofis para tokoh menjadi sekedar kalimat pelengkap jargon tanpa diketahui sesungguhnya makna dan perjalanan pencapaian pemikiran tersebut. Kalimat yang kosong makna dan sekedar meniru justru melecehkan pemikiran itu sendiri. Jangan sampai mahasiswa yang didapuk sebagai agen intelektual secara serampangan menggunakan kalimat tanpa mengetaui proses pencapaian pengetahuan itu.

Penulis tidak merasa bahwa apa yang penulis sampaikan dalam lembaran ini adalah suatu kebenaran. Maka penulis yang masih dalam proses belajar akan terus belajar untuk dapat-paling tidak-mendekati kebenaran itu. Jika demikian juga yang pembaca yakini, maka berpikirlah bagaimana anda mampu mencapai kebenaran itu. Meskipun yang dicapai masih juga sebuah kesalahan, paling tidak anda juga akan menemukan, bahwa ketika anda berpikir, maka saat itulah anda ada. Dan itulah kebenaran yang telah anda capai.

*ditulis oleh Umi Ma’rufah (Koord. Bid. Wacana PMII Rashul)

Post a Comment

sahabat PMII wajib berkomentar untuk menunjang diskusi di dalam blogger

Lebih baru Lebih lama